Isu COVID-19 dan Human Security Policy

  • Bagikan

ISU COVID-19 DAN HUMAN SECURITY POLICY

Oleh : Nani Harlinda Nurdin
Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia Timur

Virus corona atau Covid 19 ini pertama kali diketahui melalui hadirnya penyakit misterius yang terjadi di kota Wuhan, Cina dipenghujung 2019.

World Health Organization (WHO) bahkan mengatakan virus ini lebih berbahaya dari serangan teroris. Hal ini disampaikan langsung oleh Tedros Adhanamon Ghebreyesus (pimpinan WHO) pada 11 Februari 2020 di Jenewa. Menurutnya virus ini dapat memiliki konsekuensi yang lebih kuat daripada tindakan teroris apapun. Lebih dari 43.000 orang di seluruh dunia telah terjangkiti, 42.000 orang diantaranya berada di China.

Virus ini telah menewaskan 1.100 orang. Bahkan WHO telah menyatakan virus corona sebagai darurat global pada akhir Januari 2020 karena penyebarannya yang cepat dan meluas serta dampak yang ditimbulkan sangat parah. Kenyataannya virus ini memang merupakan ancaman yang sangat serius. Sehingga dibutuhkan kebijakan dalam menghadapi maupun dalam upaya pencegahan penularannya sampai dengan bagaimana upaya untuk menghentikan virus yang telah mewabah ini. Di Indonesia sendiri virus ini telah menjangkiti 339 orang (data terakhir sampai tulisan ini dibuat) yang tersebar di beberapa provinsi dalam waktu yang begitu cepat.

Kasus yang kita hadapi saat ini merupakan infectious disease yang secara keilmuan masuk dalam ranah issue kebijakan human security sehingga diperlukan pendekatan dalam penanganannya yakni pendekatan human security policy. Infectious Disease adalah penyakit menular disebabkan oleh mikroorganisme patogen, seperti bakteri, virus, parasit atau jamur; penyakit dapat menyebar, langsung atau tidak langsung, dari satu orang ke orang lain.

Sehingga untuk mengantisipasinya terdapat pola tertentu pada penyakit yang perlu dikaji lebih mendalam dengan perlunya meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan penguatan pencegahan (to prevent), mendeteksi (to detect), dan bertindak (to respond). Konsep ini dapat dijadikan dasar dalam membuat kebijakan publik dalam penanganan issue kesehatan yang tengah terjadi sekarang.

Sebagai suatu konsep, Human security, bukanlah hal baru. Human security secara luas mencakup isu-isu non-militer. Selanjutnya juga sudah dikembangkan di dalam konsep keamanan secara komprehensif. Secara subtansial, konsep Human Security sudah berkembang sejak didirikannya Palang Merah Internasional (International Red Cross) pada tahun 1896. Lalu, konsep ini disahkan melalui “Piagam PBB” pada tahun 1945 yang disusul oleh “Deklarasi Universal Hak-hak Azasi Manusia pada tahun 1948”.

BACA JUGA  Prof Zudan PJ Gub Sulsel Silaturahmi ke Prof Basri Hasanuddin

Mengapa memakai pendekatan Humas Security?

Perhatian terhadap human security diperkuat oleh gelombang globalisasi yang melahirkan arus balik karena beberapa efek negatifnya terhadap negara-negara lemah, kelompok, dan individu tertentu. Dan, yang paling mencolok adalah bahwa menguatnya gagasan dan upaya human security merupakan reaksi terhadap masalah-masalah kemanusiaan yang melanda dunia saat ini, mulai dari pengungsi akibat konflik dan kekerasan fisik, penjualan anak-anak dan wanita, masalah pangan, wabah penyakit, terorisme, perdagangan senjata ilegal,pelanggaran hak azasi manusia, dan sebagainya.

Allan Collins dalam bukunya Human Security mendisikripsikan hal ini sebagai sebuah kondisi dimana masyarakat diberikan bantuan dari rasa trauma yang mengganggu dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat. Disebutkan pula bahwa Human security ini memiliki dua pengertian, yakni :

  1. keamanan dari ancaman seperti ancaman kronis kelaparan, penyakit dan penindasan;
  2. Merupakan proteksi dari gangguan mendadak dan merugikan dalam pola kehidupan masyarakat baik dalam rumah, pekerjaan ataupun dalam masyarakat.

Dalam Laporan UNDP tentang Pembangunan tahun 1993, PBB kembali menegaskan bahwa “Pengertian mengenai ‘Keamanan’ (Security) pada Abad ke-21 harus difokuskan pada ‘Keamanan Umat Manusia’ (Human Security), tidak hanya ‘keamanan negara’ seperti yang mendominasi periode Perang Dingin”.

Akhirnya berdasarkan Human Development Report 1994 yang dikeluarkan UNDP, dijelaskan secara ringkas human security sebagai : “first, safety from such chronic threats such as hunger, disease, and repression. And, second, …protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life — whether in homes, in jobs or in communities.” Berdasarkan penekanan itu, UNDP merinci tujuh aspek keamanan manusia yang harus diperhatikan.

Pertama, economic security (bebas dari kemiskinan dan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar). Kedua, food security (kemudahan akses terhadap kebutuhan pangan). Ketiga, health security (kemudahan mendapatkan layanan kesehatan dan proteksi dari penyakit).

Keempat, environmental security (proteksi dari polusi udara dan pencemaran lingkungan, serta akses terhadap air dan udara bersih). Kelima, personal security (keselamatan dari ancaman fisik yang diakibatkan oleh perang, kekerasan domestik, kriminalitas, penggunaan obat-obatan terlarang, dan bahkan kecelakaan lalu lintas). Keenam, community security (kelestarian identitas kultural dan tradisi budaya). Ketujuh, political security (perlindungan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dari tekanan politik).

Salah satu aspek dari human security menurut UNDP yang perlu dicermati saat ini sehubungan mewabahnya virus Covid 19 adalah pada point ke tiga yakni health security dalam arti kemudahan warga negara dalam mendapatkan layanan kesehatan dan proteksi dari penyakit. Di negara kita khususnya dalam menghadapi virus Covid 19 ini perlu mempertimbangkan beberapa hal terkait health security utamanya kesiapan pemerintah dan negara dalam memberikan layanan kesehatan secara gratis bagi warga negara baik yang datang memeriksakan diri apalagi bagi warga negara yang telah terjangkiti dengan menyiapkan sarana dan prasarananya.

BACA JUGA  Inovasi Saskia Bantaeng Masuk Top 99 Pelayanan Publik Indonesia

Sedangkan bagi warga negara yang belum terjangkiti pun sudah seharusnya pemerintah telah berupaya untuk memproteksi baik secara kebijakan maupun dengan tindakan.

Keberadaan Covid 19 saat ini ini masuk sebagai salah satu issue keamanan dari segi kesehatan didalam kerangka human security issue. Adapun dalam membuat kebijakan penanganan masalah tersebut digunakanlah pendekatan kebijakan human security dengan mempertimbangkan beberapa hal:
Evidence Base Approach, merupakan suatu pendekatan berbasis bukti pada agenda nasional dan internasional untuk kebijakan kesehatan dan penelitian kesehatan. Dalam hal ini harus didukung oleh bukti yang sahih mulai dari asal mula seseorang terjangkiti, jumlah orang yang berinteraksi dengan korban, jumlah korban dan lain sebagainya.

Collaboration Methode, secara khusus bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan tim ketika mereka terlibat dalam pemecahan masalah secara kolaboratif. Bahwa dalam membuat kebijakan terkait masalah kesehatan yang dalam hal ini Covid 19 diperlukan sinergi diantara stakeholder lintas sektoral. Smart-Speed-Solidarity, Smart adalah bersikap, berpikir dan bertindak secara cerdas dalam tindakan yang kita lakukan.

Smart terwujud melalui olah rasa melalui intuisi yang tajam, olah rasio melalui kreativitas dan inovasi yang menghasilkan terobosan (breakthrough), dan olah raga melalui aksi-aksi impresif. Speed kecepatan dalam berpikir (fast thinking), kecepatan dalam memutuskan (fast decision), dan kecepatan dalam masuk ke pasar (fast in getting to market) dengan menyingkirkan belitan-belitan birokrasi yang ada. Simplify the complex things. Sederhanakan sesuatu yang rumit agar kita bisa bergerak cepat dan tepat dalam penyampaian kebijakan kepada masyarakat/warga negara.

Solidarity adalah kekompakan dan persatuan menuju Indonesia Incorporated yang melibatkan beragam pihak dan stakeholder. Dalam konteks ini dalah tercapainya tujuan yang diharapkan dari sebuah kebijakan utamanya kebijakan dalam menghadapi Covid 19 ini.

Governance-Risk-Compliance, merujuk pada strategi yang terkoordinasi untuk mengelola isu-isu, risiko dan kepatuhan terkait dengan suatu kebijakan. Governance secara sederhana merupakan tata kelola yang etis dan efektif oleh level eksekutif dan manajerialnya.

BACA JUGA  KPU Sulsel Umumkan Paslon Pemenang Pilgub 2024, Andi Sudirman Sulaiman - Fatmawati Rusdi

Risk, merupakan kemampuan untuk secara efektif dan efisien mengurangi risiko yang dapat menghambat. Complience, merupakan kepatuhan, kesesuaian dengan persyaratan peraturan untuk operasional, penyimpanan data, dan praktik lainnya dalam kebijakan yang akan diimplementasikan.

Tantangan Konsepsi Human Security

Konsep human security (keamanan manusia) telah memicu perdebatan di kalangan pengkaji keamanan dan pengambil kebijakan. Sebagian meyakini bahwa konsep itu dapat diimplementasikan dengan baik dan berkontribusi memberikan jaminan keamanan bagi manusia. Sebagian lagi meragukan keberhasilan implementasi konsep itu karena berbenturan dengan pemahaman sejumlah negara yang masih memandang keamanan secara tradisional. Golongan ini mengaggap bahwa konsep human security tidak lain hanya bentuk baru dari upaya barat dalam rangka menyebarkan nilai dan kepentingan mereka khususnya yang berkaitan dengan liberal dan Hak Asasi Manusia. Para pendukung konsep Human security memperkuat argumentasi mereka dengan mencontohkan keberhasilan negara-negara Barat dalam memenuhi kebutuhan keamanan rakyatnya sebagai bukti positif implementasi pendekatan keamanan baru ini.

Namun demikian oleh beberapa pihak human security dipandang tidak lain merupakan gagasan dan upaya negara-negara Barat dalam bungkus baru untuk menyebarkan nilai-nilai-nilai mereka terutama tentang hak azasi manusia.

Paul M. Evans dalam Human Security and East Asia: In TheBeginning, Journal of East Asian Studies, memperkuat gagasan ini yang menyatakan bahwa inti dari human security adalah jawaban yang spesifik mengenai keamanan untuk siapa, dari apa, dan dengan cara apa. Dilain pihak Human security juga menimbulkan tantangan bagi konsepsi tradisional keamanan nasional yang merubah referensi pokok dan memperkenalkan isu-isu yang melampaui strategi keamanan tradisional.

Secara filosofi, memunculkan isu-isu mendasar yang berkaitan dengan hati nurani, kewajiban di luar batas, perkembangan, dan legitimasi domestik. Secara politis, konsep ini memunculkan pertanyaan mengenai kedaulatan, intervensi, peran institusi regional dan global, serta hubungan antara negara dan warga negaranya. Negara yang tidak aman pastinya akan membuat masyarakatnya juga merasa tidak aman. yang menjadi poin disini ialah, negara yang aman tidak selalu berarti masyarakatnya juga merasa aman.

Dari ulasan tersebut diatas, apakah kita akan menunggu sampai wabah ini tidak dapat ditanggulangi oleh pemerintah atau kita segera membuat kebijakannya dengan mengakomodir pertanyaan keamanan ini untuk siapa, dan dengan cara apa?

***

  • Bagikan