SINJAI—Puluhan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Menolak (GERAM) Omnibus Law Cipta Kerja melakukan audiens dengan Komisi I bagian Kesehatan dan Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pada Senin, (30/3).
Adapun organisasi yang tergabung, sesuai yang disampaikan oleh Jenderal Lapangan Ainun Jariah, yakni ada CGRI, PRP, SEMMI, GMNI, PESIAR, Kopi Tani Merdeka, HIMARA, HIMILP.
Menurutnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut penyusunannya tidak pernah melibatkan rakyat.
Selain itu, kata Ainun sapaannya, ada beberapa pasal dalam RUU yang termaktub dalam klaster Cipta Kerja yang sangat merugikan rakyat, khususnya kalangan buruh.
“Standar UMP, UMK, dan UMSK terancam akan di hilangkan, bahkan status buruh outsourcing dan kontrak yang termasuk dalam perjanjian kerja waktu tertentu akan berlaku pada semua jenis pekerjaan,” katanya.
Buruh yang di-PHK akan kehilangan pesangon sesuai masa kerjanya, kata dia, serta tidak adanya sanksi pidana bagi pengusaha.
“Ada sanksinya tapi hanya sebatas sanksi administratif. Dan, parahnya lagi buruh perempuan akan kehilangan hak dasarnya untuk cuti haid, cuti menikah, maupun cuti melahirkan,” pungkasnya.
Lanjut Ainun, ini tidak hanya merugikan buruh saja, namun peluang perampasan lahan akan semakin terbuka lebar.
Dalil itu beralas pada AMDAL yang akan dihapuskan dalam RUU tersebut, menurut Ainun, ketika investor melakukan ekspansif maka yang pertama dilakukannya adalah menguasai tanah rakyat.
Selain itu, GERAM juga membicarakan soal situasi Indonesia saat ini yang diserang oleh epidemik Covid-19.
“pemerintah menghimbau agar tetap di rumah saja. Namun ketika rakyat cemas dan memilih berdiam diri dalam rumah, maka tidak ada pemasukan yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan. Kecemasan lainnya adalah dikejar oleh pembiayaan bagi yang terlanjur terlilit utang dan cicilan,” tutur Ainun.
Sementara perlindungan dari paparan virus cenderung tidak ada, kata dia, maka pemerintah harus mengambil kebijakan untuk mengadakan alat kesehatan berupa masker dan pelindung lainnya demi mencegah penularan Covid-19.
“Dimulai dari tingkat Kecamatan, Kelurahan, dan juga Desa,” terangnya.
Mewakili Aliansi GERAM, Ainun meminta agar diwujudkan Perlindungan Sosial Transformatif (PST) demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial, serta menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggapnya melanggengkan fleksibelitas kerja dan politik upah murah.
“Dimana kemudian Omnibus Law Cipta Kerja dianggap melindungi kepentingan pemodal dan membunuh hak pekerja,” imbuhnya.
Tak hanya itu, mahasiswa ini juga menentang kebijakan “Kampus Merdeka” oleh Menteri Pendididikan dan Kebudayaan.
“Kami dari Aliansi GERAM Tolak Omnibus Law Kabupaten Sinjai menganggap kebijakan tersebut bagian dari sistem perbudakan modern,” ujar Ainun.
Di tengah sebaran wabah Corona saat ini, GERAM meminta agar pekerja yang diliburkan akibat lockdown Covid-19 supaya tetap upahnya dijalankan oleh perusahaan dengan status Upah Padat Modal.
“Pemerintah harus mengadakan posko kesehatan dimulai dari tingkat Kecamatan, Kelurahan, dan Desa dem pencegahan dan penanganan Covid-19,” bebernya.
Ainun juga menekankan agar pemerintah memperhatikan tenaga medis dengan memberikan insentif atas jasanya dalam pencegahan dan penanganan Covid-19.
Ditanggapi oleh Muhammad Wahyu dari komisi I DPRD Sinjai, soal tenaga medis hal itu belum ditanggapi oleh Ketua DPRD.
“Saya sudah menyampaikan untuk melakukan rapat kerja terkait persoalan logistik kepada tenaga medis yang bertugas di gugus tugas tetapi sampai sekarang belum direspon oleh ketua DPRD,” ujar Wahyu sapaannya.
Menurut Wahyu, terkait persoalan Covid-19 tidak dapat lagi ditunda. Pihaknya berjanji untuk menjadwalkan kembali rapat kerja dalam kurung waktu satu minggu ke depan. (*)