Di Hari Tani Nasional, Petani Bantaeng Hanya Bisa Berpasrah

  • Bagikan

PUBLIKASIONLINE.ID, Bantaeng — Musim kemarau berkepanjangan berdampak pada kekeringan lahan persawahaan yang ada di Kabupaten Bantaeng. Banyak petani yang mengaku pasrah akan situasi seperti ini.

“Setengah mati, air yang kurang. Sumber air yang memang kurang,” kata seorang petani di Kelurahan Lamalaka, Anas saat dikunjungi.

Anas menuturkan, sebenarnya petani di tempatnya telah diberi bantuan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bantaeng berupa mesin penyedot air. Hanya saja, jumlah unit bantuan tersebut masih kurang.

“Mesin pompa air sudah ada, cuman ini tidak mencukupi, jadi kalau banyak petani yang butuhkan. Meski berbagi tapi kan banyak (sawah) yang harus dialiri air,” lanjut dia.

Akibatnya petani yang biasanya memanen hingga puluhan karung dengan terpaksa hanya bisa menikmati hasil mencapai 50 persen karung gabah saja.

Bahkan ada juga yang paling parah hanya menikmati satu per tiga hasil garapan atau belasan karung saja.

“Turun derastis (hasil panen). Persentasenya 50 persen, biasanya saya panen dari 60 karung ini sekarang 30 karung. Bahkan ada itu petani lain ada yang dulu sampai puluhan karung (panen) tapi hasilnya sekarang cuman 4 sampai 5 karung saja,” kata Lukman, petani lainnya.

Sementara Dinas Pertanian Kabuoaten Bantaeng mengaku telah mensosialisasikan AUTP atau Asuransi Usaha Tani Padi kepada seluruh petani di Kabuoaten Bantaeng.

Hanya saja, dari 800 hektare lahan persawahan di daerah yang berjuluk Butta Toa ini, baru sekitar 10 persen atau 80 hektare yang mendaftar sebagai peserta asuransi dari Jasindo itu.

“800 hektar yang terdata, sementara baru 80 hektar yang mendaftar jadi peserta AUTP. Padahal kita tiada hari tanpa sosialisasi,” kata Plt Kadis Pertanian Bantaeng, Abdul Azis.

Dirinya menyebut, sosialisasi AUTP bagi petani yang terancam gagal panen sangat bermanfaat. Pasalnya para petani bakal diberikan jaminan sebesar Rp6 juta yang diklaim di Jasindo.

“Enam juta rupiah per hektar. Kita sudah sosialisasikan dari desa, lurah, kecamatan bahkan sampai tingkat kabupaten. Tetapi masyarakat yang tidak mau. Alasannya mereka (petani) adalah sawah mereka tidak akan kekeringan, ada sumur airnya sumur bornya ada lumbungnya. Jadi susah, giliran kering begini, mereka baru berlomba-lomba mendaftar lantas ada persyaratan. Persyaratan itu juga sebenarnya sangat mudah dan gratis, untuk jadi peserta hanya fotokopi KTP dan SPPT dan peta sawah garapan, kalau itu semua tidak bisa difotokopi, kami yang fotokopikan,” kata Azis.

Persyaratan lain juga, kata dia, adalah calon peserta harus mendaftar paling lambat ketika umur padi mencapai satu bulan. “Kalau lewat sebulan umur padi, yah mereka tidak bisa lagi mendaftar,” katanya.

Kendati banyak yang sudah tidak bisa mengikuti AUTP ini, Dinas Pertanian Bantaeng berjanji untuk memberikan bantuan lain. ” Yang tidak masuk AUTP ini akan diusahakan untuk dapat bantuan lain seperti benih. Saya sudah menyurat ke Provinsi. Dan provinsi sudah memberi signal,” lanjutnya.

Dia pun memastikan bahwa musim tanam padi selanjutnya, pihaknya bakal menggenjot sosialisasi AUTP ini agar peserta lebih banyak lagi yang mendaftar.

Sementara saat ditanya soal kekurangan air, dia menyebut bahwa pihaknya sudah membangunkan fasilitas seperti sumur bor dan mesin pompa.

“Cuman biasanya terkendala biaya operasional mesin pompa, karena kami tidak punya anggaran untuk talangi itu. Kita sudah lumayan membangunkan fasilitas. Harapan saya ini harusnya ada keterlibatan Pemdes untuk membiayai operasional pompa,” sebutnya.

Dia juga menyebut, Dinas Pertanian Bantaeng bakal membangun komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder terkait agar tidak lagi terjadi kekeringan.

  • Bagikan