MAKASSAR, Publikasionline.id – Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam (HMJ PAI) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) Gelar Bazar Dialog Titik Temu Pemikiran Cak Nur & Buya Syafi’i Ma’arif mengangkat Tema besar “Meramu Pikiran: Merawat Keberagaman dalam Bingkai Keindonesiaan” digelar di Caffee Bundu’ Jl. Talasalapang Kec. Rappocini, Kota Makassar. Sabtu 13 Januari 2024.
Ketua Umum HMJ PAI Unismuh, Faturrahman dalam sambutannya “Pendekar chicago”
Itulah julukan untuk Amin Rais, Nurcholis majid dan Buya Syafi’i Ma’arif yang di tulis oleh Abdurrahman Wahid dalam harian tempo.
Lanjut, Keduanya merupakan intelektual muslim pembaharu dalam diskursus islam pada era orde baru hingga reformasi.
Membahas keduanya adalah bentuk merayakan pemikiran dan dedikasinya bagi umat dan bangsa.
“Kita berharap ini menjadi sebuah stimulus bagi kawan-kawan untuk tetap menghidupkan iklim intelektual dengan mengambil inspirasi dari dua toko bangsa kita” Tutup Fatur.
CEO Boetta Ilmoe, Sulhan mengulas Pertama saat aktivis HMI: menulis Nilai Dasar Perjuangan (NDP), 1969. Kedua, dinisbatkan selaku penarik gerbong pembaharuan pemikiran Islam: menyajikan makalah untuk diskusi terbatas dinisiasi oleh PII, 1970. Ketiga, cendekiawan muslim garda depan: tatkala menyampaikan pidato di TIM 1992, plus aktivitas di Paramadina, hingga wafat dan digelari guru bangsa, 2015.
“Nurcholish Madjid atau disapa Cak Nur merupakan adalah tokoh pembaru Islam Indonesia yang pemikirannya masih dibicarakan hingga kini”.
Tak hanya itu, Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Sajian makalah ini memicu perdebatan panjang di kalangan cendekiawan muslim. Pro dan kontra tersaji sangat panas dan dinamis,” Pungkasnya.
Selanjutnya, tentang sekularisasi—desakralisasi, termuat pula tohokan minda, Islam Yes, Politik Islam, No? Minda defenitif Cak Nur berkaitan sekularisasi, tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme dan mengubah kaum Muslim menjadi sekularis, tetapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang semestinya bersifat duniawi, dan melepaskan umat dari kecendrungan untuk meng-ukhrawi-kannya,” Kunci Sulhan.
Nah, dikarenakan hajatan HMJ PAI ini bertujuan mencari titik temu pemikiran dengan guru bangsa lainnya, Buya Syafii Maarif, maka Sulhan sodorkan satu kutipan pendakuan dari Buya, saat menulis satu pengantar terhadap buku, Cak Nur Sang Guru Bangsa, anggitan Muhammad Wahyuni Nafis. Artikel Buya berjudul, “Cak Nur, Sahabatku: Mengapa Cepat Pergi?”
Buya Syafii bilang, “Sekiranya tidak pernah sama-sama belajar di Universitas Chicago selama beberapa tahun pada seperlima terakhir abad ke-20, saya tentu tidak akan kenal dekat dengan Cak Nur, yang kemudian ditakdirkan muncul menjadi salah seorang intelektual kelas berat Indonesia. Penampilan fisiknya yang selalu sederhana, tetapi otak besarnya telah lama menggeluti masalah-masalah besar yang menyangkut keislaman, kemoderenan, keindonesiaan, dan kemanusiaan universal.” Tutup Sulhan.
Selanjutnya, Direktur Profetik Insititute Asratillah dalam pemaparan materinya beliau lebih banyak menguliti pemikiran Buya Syafi’i Ma’arif, dan beliau cukup mengapresiasi kegiatan penyelengara ditengah tahun politik, masih ada sekumpulan organisasi yang mewadahi diskusi-diskusi pemikiran tokoh inspiratif bangsa,” Ujar Asratillah
“Melalui pemikiran Ahmad Syafii Maarif, kita akan melihat bagaimana perdebatan antara pengusung Islam dan Pancasila dalam merumuskan dasar negara di sidang-sidang Konstituante. Untuk melihat perdebatan di Konstituante, Asratillah juga sedikit menelusuri perdebatan mengenai dasar negara semenjak sidang-sidang BPUPK, yang sudah mencuatkan perdebatan antara bentuk negara atas dasar agama (Islam) dengan dasar sekular (Pancasila). Tutup Asratillah.
Dialog dihelat cukup interaktif banyak percaturan Pemikiran diluapkan dalam acara tersebut.