Bantaeng – Madrasah Tsanawiah (MTs) Nurul As’adiyah di Kampung Parang, Desa Pa’bentengang, Kecamatan Eremerasa, Kabupaaten Bantaeng tak pernah dilirik oleh Pemerintah Desa setempat.
Pasalnya sejak pembangunan pada tahun 2017 lalu, sekolah tersebut hanya mengandalkan swadaya atau sumbangan dari masyarakat dan sejumlah tokoh-tokoh ternama di Kabupaten Bantaeng.
“Setidaknya ada bantuan dari Pemerintah Desa, pakai ADD, karena ini kan sekolah swasta,” kata Kepala Sekolah MTs Nurul As’adiyah, Dariso, S.Pdi.
Sejak awal pembangunan, sekolah swasta berlabel Islam ini tak pernah berkecukupan biaya. Memaksa sang pendiri yayasan harus terlunta-lunta, berusaha untuk mencari bantuan agar pendidikan di daerah yang terbilang cukup terpencil itu bisa mengenyam bangku sekolah laiknya anak-anak usia didik lainnya di perkotaan.
Namun mengandalkan donasi masyarakat hingga terbangunnya sekolah ini, tidaklah mampu menunjang sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Terlebih, Kepala Sekolah Dariso, S.Pdi berkeinginan untuk memberikan pelayanan pendidikan secara maksimal.
Sarana dan prasarana menunjang adalah hal utama dalam penilaian akreditasi suatu sekolah. Lantas di Madrasah ini, masih jauh dari harapan. Apa boleh buat, penilaian Akreditasi E sudah terlanjur diberikan.
Kendati demikian, Dariso berharap kedepan akan ada perubahan yang signifikan terhadap sekolah yang sementara dalam tahap pembangunan ini.
“Sejak kita mulai bangun ini Sekolah kita hanya bermodalkan swadaya masyarakat setempat yang berpartisipasi,ada yang bantu semen dan ada juga yang bantu seng untuk atapnya,” ujar Dariso, Minggu, 25 Agustus 2019 saat dijumpai.
Bahkan dalam pembangunan sekolah itu, para tenaga pendidik juga menyumbangkan gajinya untuk menambah saldo pembelian material bangunan.
“Iya pak,ada beberapa orang guru disini mereka menyumbangkan saja gajinya untuk pembelian bahan material yang masih banyak kita butuhkan, Alhamdulillah mereka ikhlas,” kata dia.
Selain itu, dia juga menyebut lahan yang ditempati berdirinya sekolah tersebut masih terlilit pembebasan lahan. Beruntung pemilik lahan sebelumnya masih mempunyai hubungan kerabat.
Sehingga untuk pelunasan lahan yang berkisar 200an juta rupiah tidak mendapat desakan berlebihan. Namun demikian, pihak yayasan dan manajemen sekolah terus berupaya dalam melunasi utang tersebut.
“Pembebasan lahannya saja yang kita tempati saat ini belum terbayarkan sepenuhnya, yang kita baru bayarkan jumlahnya kurang lebih 300 juta rupiah, tapi dengan yang tulus serta niat yang baik untuk anak didik kita tetap berupaya,” imbuh dia.
Selain itu, menurut Dariso, empat ruangan kelas saat ini masih berjalan proses pembangunannya. meski dari total keseluruhan siswa dan siswi 73 orang harus silih berganti belajar.
“Tetap kita lakukan setiap hari proses belajar sekalipun kita gabung dalam satu ruangan,tinggal kita bagaimana memanfaatkan waktu yang jelas murid-murid kami bisa belajar,” kata dia.
Selain berharap ada bantuan Dana Desa dari Pemdes setempat, dia juga mengutarakan harapannya agar Pemerintah Kabupaten Bantaeng dan Kementrian Agama di bidang Pendidikan, bisa membantu sekolah yang tengah dirintis itu.
“Kami sudah di janji oleh pak bupati akan diberikan bantuan untuk pembangunan sekolah ini,tapi karena tahun ini tidak bisa dianggarkan beliau hanya berjanji untuk tahun 2020, walaupun janji tapi kita sudah sangat bersyukur,” ungkapnya.
Sementara dia sedikit pesimis dengan bantuan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng lantaran anggaran yang ada di instansi tersebut terbilang kurang.