Selamat datang adik-adik mahasiswa. Tahun ajaran baru dalam setiap instansi pendidikan, khusunya Universitas atau Perguruan Tinggi akan selalu di warnai dengan wajah-wajah baru serta semangat baru, bahkan mata kuliah baru dengan wajah yang sebagian besar kadang terlihat lesu.
Wajah baru itu yakni Mahasiswa semester awal, sebagai mana lazimnya kehidupan kampus pasti akan selalu dihiasi dengan berbagai macam Komunitas untuk Mahasiswa atau umumnya Organisasi internal yang ada.
Maka Mahasiswa baru ini akan dijadikan pelanggan brosur-brosur atau pamflet-pamflet berisikan ajakan untuk masuk Organisasi.
Di samping itu, selain dari Organisasi internal akan ada Organasasi eksternal Mahasiswa juga yang akan mengambil kesempatan untuk memperkenalkan diri.
Tak lain dengan maksud dan tujuan yang sama, yaitu mencari calon kader baru, kalau salah menyebutnya, yaitu bibit baru yang akan ditanam pada saat masa perekrutan.
Pada setiap Universitas atau Perguruan Tinggi sudah bukan hal yang luar biasa lagi berserakan berbagai macam Organisasi eksternal mahasiswa.
Baik itu yang menyebut dirinya himpunan, gerakan, ikatan, keluarga atau apalah itu namanya.
Namun yang pasti, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam atau yang familiar dengan singkatan HMI.
Benar, HMI adalah salah satu dari sekian banyak Organisasi Mahasiswa Indonesia yang mampu mendominasi di Kampus-kampus, khususnya Universitas Islam kalau tidak pas menyebutnya, hampir seluruh Kampus di setiap daerah yang ada di Indonesia diisi oleh organisasi HMI.
Namun, pada tulisan ini mengajak agar jangan mencoba masuk atau ikut untuk menyelamkan diri menjadi anggota pada organisasi ber-Identitas warna ‘Hijau Hitam’ ini.
Apa hal sebabnya? mari baca sampai habis dalam uraian dibawah ini.
HMI dalam sejarahnya merupakan Organisasi Mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia hingga saat ini.
Pasalnya, wadah Mahasiswa Islam ini didirikan dua tahun pasca Bung Karno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia tepatnaya, 17 Agustus 1945, artinya HMI berdiri pada Tahun 1947.
Tepatnya, pada 5 Februari 1947 bertepatan pada, 15 Rabiul Awal 1366, kelahirannya diprakarsai karena hasil dari pergulatan hati, pikiran dan sosial dari seorang pemuda berdarah Tapanuli Selatan, Sumatera Utara bernama, Lafran Pane.
Dialah seorang Mahasiswa yang menempuh pendidikan dan duduk pada tingkat satu di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang sudah berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) .
Beliaulah yang mempunyai andil besar dalam memperkasai berdirinya HMI, tentu bukan tanpa bantuan orang lain.
“Sesungguhnya, tahun-tahun permulaan riwayat HMI adalah hampir
identik dengan kehidupan Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang punya
andil terbanyak pada lahirnya HMI, kalau tidak boleh kita katakan
sebagai tokoh pendiri utamanya,” (Media, No.7 Th. III. Rajab 1376 H/
Februari 1957, h. 32).
Redaksi itu akan lebih menjelaskan kepada kita tentang hubungan Lafran Pane dan HMI, untuk mengetahui lebih rinci tentang sejarahnya.
Tentu tidak bisa tertuliskan hanya dalam satu atau dua halaman saja. Maka oleh karena itu tidak dituliskan di sini secara panjang lebar.
Lantas kenapa harus tidak masuk HMI?
Sebab, HMI didirikan bukan hanya sekedar menjadi tempat perkumpulan Mahasiswa saja, bukan hanya untuk menjadi tempat bagi Mahasiswa mencari pengalaman berorganisasi dan tidak didirikan sebagai tempat untuk mencari teman bermain game online (Mabar).
Serta, tidak juga hanya sebatas tempat nongkrong dengan obrolan receh, dan tidak didirikan sebagai tempat mencari lembaran kertas berangka. Tapi lebih daripada semua itu. Untuk itu “Jangan masuk HMI”.
Ditilik dari sejarah HMI, didirikan dengan tujuan yang sangat mulia, mula-mula tempat kaum Intelektual muslim muda ini berproses.
Hadirnya dengan tujuan “Pertama, mempertahankan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia. Lalu kedua, menegakkan dan mengembangkan Ajaran Islam.”
Dua butir itulah kurang lebihnya alasan hadirnya HMI di tengah-tengah dinamika perjalanan bangsa Indonesia.
Karena memang pada masa itu merupakan masa Republik Indonesia menghadapi guncangan terhadap kemerdekaan serta adanya kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan,
pemahaman, dan pengamalan ajaran islam.
Tentu bukan sebuah kesombongan jika HMI dapat dikatakan sebagai anak kandung Revolusi sekaligus anak kandung umat Islam, bahkan rakyat Indonesia pada umumnya.
Setelah melalui perjalanan beberapa waktu, HMI melaksanakan Kongres I pada 30 November 1947 di Yokyakarta salah satu yang dihasilkannya, yakni melakukan perbaikan terhadap tujuan serta di tuangkan dalam Anggaran Dasar (AD) pasal 4.
Perbaikan itupun hanya membalik urutan yang posisi pertamanya berada pada posisi kedua dan sebaliknya.
Selanjutnya, pada Kongres ke IV di Bandung juga mengubah Tujuan HMI menjadi, “Ikut Mengusahakan Terbentuknya Manusia Akademis, Pencipta dan Pengabdi yang Bernafaskan Islam”.
Tentu perubahan ini bukan tanpa pertimbangan yang matang, melainkan melihat beberapa faktor pada masa itu.
Tidak hanya sampai pada Kongres di Bandung, namun perubahan dalam tujuan itu berakhir, namun di Palembang dalam Kongres ke X masih diperbaiki redaksinya dengan merelevansikan dengan keadaan.
Sehingga menjadi “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang Bernafaskan Islam dan Bertanggung Jawab atas Teruwujudnya Masyarakat Adil Makmur yang di Ridhoi Allah Subhanahu Wata’ala”.
Dalam hasil Mongres yang disahkan pada, 10 Oktober 1971 inilah dikukuhkan dan sampai saat ini belum terjadi lagi perubahan tujuan HMI. Jika dihayati dan didalami, tujuan HMI ini tentu sungguh mulia.
Mungkin tujuan HMI pernah teruwujud pada masa-masa sebelumnya, jika membaca Sejarah Perjuangan HMI di beberapa buku.
Tapi Beberapa di antaranya dalam buah pikir Agus Salim Sitompul yang dijuluki sebagai sejarawan HMI, dalam buku-bukunya, sekurang-kurangnya dia mengatakan bahwa HMI ikut andil turun melawan ke medan perang dengan mempunyai beberapa tingkat zaman.
Namun sayang sekali, dalam tulisan ini hal itu juga tidak dibicarakan dengan panjang lebar. Untuk lebih mengetahui ada banyak bertebaran buku-buku beliau untuk dibaca.
Maka oleh karena itulah, jangan coba-coba masuk HMI jika belum siap menjadi Insan Akademis yang mampu memberikan perubahan dan menjadi pencipta serta pengabdi dengan nafas Islam.
Jangan masuk HMI jika masih memikirkan diri sendiri, masih bergulat dengan kepentingan pribadi dan masih mempunyai jiwa Apatis atua masih pro status quo.
Karena HMI itu tidak diperuntukkan untuk Mahasiswa seperti demikian, tapi HMI membutuhkan manusia yang siap bertemu dengan rakyat, memperhatikan rakyat untuk mewujudkan masyarakat adil makmur dengan harapan Ridho Allah SWT. Dan bukan memperalat rakyat untuk bisa bertemu dengan pejabat.
Jangan masuk HMI jika hanya ingin mencari pengalaman berorganisasi saja, karena jika hanya sekedar untuk mencari pengalaman dalam organisasi di tingkat SMK sudah bisa didapat.
Atau banyak organisasi-organisasi di luar sana yang tujuannya tidak seperti HMI yang sangat berat dipikul jika tidak mempunyai jiwa kemanusian yang tinggi.
Lagi-lagi, jangan sesekali mencoba untuk masuk HMI jika hanya berpikiran ingin menjadi pejabat karena mengetahui banyak alumninya yang sudah melanglang buana dalam pusaran kepemerintahan maupun di bidang lain.
Karena HMI bukan jalan licin yang melewati jalur itu, tapi jalan HMI adalah untuk memperbaiki diri dan mengabdi pada masyarakat dengan selalu mengharap Ridho Allah SWT.
Masih banyak alasan lain yang lebih dari di atas agar jangan masuk HMI.
Bersihkan pikiranmu untuk hal-hal seperti itu, jika ingin masuk HMI. Atau “JANGAN PERNAH SAMA SEKALI!!”
Apalagi jika kita berbicara lagi tentang Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI yang di sebut-sebut sebagai ideologinya.
Yang seharusnya mempunyai tujuan sangat mulai untuk memperbaiki manusia menjadi manusia, juga memperbaiki hubungan manusia dengan tuhannya.
Jadi sebaik-baik mungkin kukatakan, “Kamu tidak akan kuat, jangan masuk HMI”.
Walaupun keadaan kader-kader masa kini sudah jauh dari apa yang diharapkan sang pemerkasa, Lafran Pane. Atau yang di harapkan pendahulu-pendahulu HMI, serta yang diharapkan dalam NDP tadi.
Sekali lagi, Jangan Masuk HMi dengan kondisi seperti yang disebutkan di atas.
Jangan masuk HMI. Namun, jika punya niat tulus untuk memperbaiki, maka terjunlah!!.
- Penulis : Lamboroada, Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Mahasiswa semester 6 di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan.