iklan Promo

Calon Direksi Perumda Air Minum Makassar Tanpa Sertifikat, Timbulkan Keraguan

Makassar,PO — Aroma ketidakwajaran tercium dari hasil seleksi Calon Direksi Perumda Air Minum Kota Makassar. Dari empat nama yang lolos hingga tahap akhir dan dikabarkan segera dilantik, tiga di antaranya ternyata tidak memenuhi syarat substantif yang diatur tegas oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Menurut Ir. Andi Adillah Firstania Azis, ST., MT., Ahli Sumberdaya Air, Pemerhati Air Minum, sekaligus Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia, kondisi ini bukan sekadar kelalaian administratif tetapi berpotensi menjadi preseden bahaya bagi tata kelola pelayanan publik.

“Mengangkat pengelola BUMD air minum tanpa bukti kompetensi yang diatur pusat berarti mempertaruhkan keselamatan layanan publik. Sertifikat kompetensi bukan sekadar kertas, ia merupakan bukti kapasitas teknis dan manajerial untuk menjamin kualitas air serta kontinuitas layanan. Jika aturan diabaikan, dampaknya bukan hanya hukum administrasi; pelangganlah yang kelak menanggung risiko.” ungkap Ir. Andi Adillah Firstania Azis, ST., MT.

Hasil penelusuran redaksi menunjukkan bahwa hanya satu calon, Dr. H. Hamzah Ahmad, SE., MSA., Ak., CA, yang memiliki Sertifikat Kompetensi Manajemen Air Minum tingkat Utama—suatu syarat mutlak yang wajib dimiliki oleh calon Direksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), khususnya bagi jabatan Direktur Teknik atau Operasi.

Sementara tiga nama lainnya, yakni:
1. Afdalyana Rachman, SE., MBA
2. Salahuddin Kasim, SE
3. Gunawan, ST
belum memiliki sertifikat kompetensi sebagaimana dipersyaratkan dalam Surat Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Nomor: 539/4972/keuda tanggal 1 Desember 2020 perihal Pelaksanaan Syarat Seleksi Direksi Operasi/Teknik Pada BUMD Air Minum.

Dasar Hukum yang Dilanggar
Surat Kemendagri tersebut, yang merujuk pada Pasal 57 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah serta Pasal 35 huruf d Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, menegaskan bahwa calon Direksi harus memahami manajemen perusahaan.

Khusus untuk Direktur Operasi atau Teknik, pemahaman tersebut harus dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat Kompetensi Manajemen Air Minum/Air Limbah Tingkat Madya atau Utama yang diterbitkan oleh BNSP atau LSP berlisensi BNSP dengan umur sertifikat kompetensi minimal 90 hari sebelum pendaftaran seleksi berlangsung.

Artinya, seleksi yang meloloskan calon tanpa sertifikat itu tidak sah secara administratif dan substantif. Jika dibiarkan, pelantikan yang akan dilakukan berpotensi melanggar regulasi nasional dan mencederai asas profesionalitas pengelolaan BUMD.

Risiko Legitimasi dan Citra Pemerintahan
Pertanyaannya: bagaimana mungkin sebuah institusi strategis seperti Perumda Air Minum—yang mengelola kebutuhan dasar masyarakat—dipimpin oleh orang-orang yang belum memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan pemerintah pusat?

Ini bukan sekadar soal sertifikat, tetapi soal legalitas dan legitimasi moral.
Sertifikat kompetensi bukan formalitas administratif, melainkan bukti kapasitas seorang direksi dalam memahami sistem pengelolaan air minum, pengendalian kualitas, efisiensi operasional, hingga tata kelola risiko. Meloloskan calon tanpa sertifikat sama saja mengabaikan amanat regulasi dan menempatkan perusahaan daerah pada risiko manajerial yang serius.

Panggilan Moral untuk Wali Kota dan Panitia Seleksi Sebagai pemilik saham utama (Kuasa Pemilik Modal), Wali Kota Makassar memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan seluruh proses seleksi berjalan sesuai prinsip good corporate governance. Wali Kota dan Panitia Seleksi harus berani menganulir rekomendasi kelulusan calon yang tidak memenuhi syarat Kemendagri sebelum surat persetujuan pelantikan dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri.

Jika tetap dipaksakan, pelantikan ini berpotensi menimbulkan maladministrasi dan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan pengawasan BUMD oleh Inspektorat Daerah dan Kemendagri.

Suara Publik: Integritas Lebih Penting dari Koneksi Masyarakat Makassar berhak mendapatkan pelayanan air bersih dari lembaga yang profesional, transparan, dan berintegritas. Karena itu, publik menanti langkah tegas dari Wali Kota Makassar untuk membatalkan dan mengulang proses seleksi, bukan atas dasar kepentingan politik, tetapi demi menegakkan integritas birokrasi dan menjamin profesionalitas pengelolaan sumber daya publik.

Jika integritas diabaikan, maka kita bukan sedang memilih Direksi Perumda Air Minum — tetapi sedang menyiapkan krisis manajemen yang dapat merugikan ribuan pelanggan di masa depan.

Kita masih percaya, Wali Kota Makassar memiliki nurani dan keberanian untuk menegakkan aturan, bukan melanggarnya. Membatalkan keputusan yang cacat bukan bentuk kelemahan, tetapi tanda kepemimpinan yang berani memperbaiki kesalahan. Perumda Air Minum Makassar butuh pemimpin yang kompeten, bukan sekadar nama yang lolos seleksi.(*ul)