Maros, Publikasi Online — Desa Pakalu, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros menjadi saksi lahirnya harapan baru bagi anak-anak muda yang berjuang membangun usaha dari nol.
Dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang digelar oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, para pemuda, termasuk mereka yang putus sekolah dan tidak memiliki akses modal, berkumpul membentuk komunitas industri kreatif yang inklusif dan berkelanjutan.
Kegiatan yang didanai oleh Hibah KIPKU FEB Unhas ini tidak hanya menghadirkan pelatihan dan motivasi, tetapi juga menyalurkan bantuan modal awal sebesar Rp 5 juta untukpengembangan usaha komunitas.
Uniknya, produk-produk yang dihasilkan berbasis pada prinsip keberlanjutan: mereka menciptakan buku dan kerajinan tangan dari daun lontar kering serta kertas bekas, dan memproduksi cenderamatakhas dari limbah kayu lokal.
“Awalnya kami hanya berkumpul dan berbagi ide. Tapi setelah ada dorongan dari tim pengabdian masyarakat Unhas, kami jadilebih berani untuk mulai usaha,” ujar Ardiansyah, salah satu anggota komunitas yang sebelumnya sempat putus sekolah dan kini menjadi pengrajin aktif.
Komunitas ini melihat potensi besar dari arus wisata ke kawasan Bantimurung yang terkenal dengan air terjun dan keanekaragaman kupu-kupunya.
Mereka mulai merancang produk-produk unik seperti buku catatan dari daun lontar bertema konservasi, gantungan kunci kupu-kupu dari kayudaur ulang, hingga kemasan ramah lingkungan yang menggambarkan budaya Maros.
Produk-produk ini kini mulaiditawarkan dalam berbagai event promosi wisata dan bazar lokal, menarik perhatian wisatawan yang mencari oleh-oleh khas daerah.
Namun semangat mereka tak berhenti di sana. Komunitas inibertekad menjadikan industri kreatif sebagai alat pemberdayaan sosial.
Rencana ke depan termasuk membuka pelatihan gratis bagi penyandang disabilitas, serta membuka akses pelatihanusaha tanpa biaya bagi mereka yang tidak memiliki modal.
“Industri kreatif tidak boleh eksklusif hanya untuk mereka yang punya modal atau akses teknologi. Kami ingin komunitas kami jadi tempat belajar dan berbagi, agar semua bisa mulai usaha,” ungkap Suladin, mantan anggota pecinta alam yang kini mendedikasikan waktunya untuk mendampingi komunitas-komunitas di desa.
Ia percaya bahwa nilai-nilai cinta lingkungan bisa diterjemahkan menjadi produk ekonomi yang memberimanfaat langsung bagi masyarakat desa.
Sebagai bagian dari komitmen keberlanjutan, tim pengabdian masyarakat dari FEB Unhas juga menginisiasi dialog dengan pemerintah daerah dan aparatur desa setempat. Diskusi ini membahas peluang dukungan kebijakan dan fasilitasi dari pemerintah untuk mengembangkan ekosistem industri kreatif desa, serta menjajaki kemungkinan kolaborasi jangka panjang.
“Jika pemerintah desa dan kabupaten ikut terlibat aktif, maka dampak dari kegiatan ini bisa terus berlanjut. Kami ingin pastikan bahwa inisiatif ini tidak berhenti di pelatihan saja, tetapi bisa terintegrasi ke dalam program pembangunan desa,” jelas salah satu dosen pendamping dari FEB Unhas.
Kegiatan ini ditutup dengan sesi pameran mini, di mana hasil karya komunitas dipajang di Balai Desa Pakalu. Antusiasme warga begitu besar, dan banyak di antara pengunjung yang memberikan dukungan moral maupun pesanan produk.
Semangat anak muda Maros, daun lontar, dan kertas bekas kini menjadi simbol bahwa perubahan bisa dimulai dari hal-hal sederhana, asal dikerjakan bersama, dan dengan sepenuh hati.