Pengelolaan Anggaran Penanganan Covid-19 Harus Transparansi

  • Bagikan
Yuniarti (Mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta)

Penulis: Yuniarti
(Mahasiswi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta)

Temuan kasus Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia sudah semakin meneingkat dalam dua minggu terakhir.

Penanganan covid 19 yang sedang dilakukan harus didukung dengan kebijakan anggaran yang memadai. Di tingkat pusat, pemerintah telah melakukan penyiapan anggaran sekitar 104 Triliun untuk penanganan covid-19 yang berasal dari realokasi berbagai rencana kegiatan dari kementrian/Lembaga serta pengurangan jumlah anggaran transfer dari pusat ke daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID).

Untuk menghadapi dan melakukan penanganan pandemic Presiden telah mengeluarkan Intruks Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta pengadaan barang jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Dalam Inpres yang dikeluarkan pada 20 maret 2020 lalu, selain kepada K/L juga mengintruksikan kepada daerah untuk ;

  1. mengutamakan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19 melalui realokasi anggaran dan refocusing kegiatan.
  2. mempercepat proses refocusing keiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran dan menyampaikan kepada Menteri keuangan sesuai dengan kewenangannya.
  3. mempercepat pengadaan barang jasa untuk mendukung penanganan Covid-19 sesuai ketentuan perundangan (UU Kebencanaan) dan aturan turunannya.
BACA JUGA  Pomdam XIV/Hasanuddin Lakukan Perbaikan kendaraan Mobil Truck Untuk Dioperasionalkan

Covid-19 mulai menjadi perhatian pemerinta Indonesia setelah proses perencanaan penganggaran tahun 2020 bai APBN maupun APBD telah selesai disusun dan bahkan telah diimplementasikan.

Sehingga secara eknis pengalokasiannya juga diberlakukan secara khusus, kecuali bagi daerah yang memiliki alokasi anggaran belanja tidak terduga (BTT) cukup memadai tentu tidak sulit untuk kebutuhan cepat dalam pembiayaan penanganan pandemic ini.

Dengan hal ini pemerintah harus lebih transparan soal stimulus ekonomi yang diluncurkan untuk penanganan covid-19 dalam perubahan APBN 2020.

Wakil ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Ekonom dan Keuangan Ecky Awal Mucharam mempertanyakan paket stimulus ekonomi yang diluncurkan pemerintah dalam Perpres 54 tentang Perubahan APBN 2020.

Paket stimulus yang dijanjika sebesar Rp 405,1 triliun itu terbagi untuk sector kesehatan Rp 75 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun, insentif perpajakan Rp 70,1 triliun, dan bantuan kepada dunia usaha Rp 150 triliun.

Dari data Perubahan APBN 2020, jelasnya, anggaran belanja negara hanya naik Rp73,4 triliun saja. Dengan perincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat (BPP) naik Rp167,6 triliun, sedangkan anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turun Rp94,2 triliun.

BACA JUGA  PSBB di Gowa Tertunda Sampai Awal Mei nanti

“Kita ingin kejelasan alokasi anggaran untuk pencegahan meluasnya wabah dan dukungan atas dampak ekonomi yang dihadapi rakyat kecil. Di mana posisi anggaran Rp405,1 triliun yang diumumkan pemerintah,” ujar Ecky melalui keterangan tertulis, Jumat (24/4/2020).

Perekonomian harus berputar didesa sendiri sehingga bisa dijadikan salah satu senjata dalam mengatasi keterpurukan ekonomi yang terjadi saat ini akibat penyebaran Covid-19.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa keputusan soal kebijakan anggaran bukan menjadi kewenangan mereka, melainkan ranah kekuasaan dari pemerintah.

Sehingga, BPK menyerahkan sepenuhnya keputusan untuk mengalihkan anggaran di tengah kondisi pandemi corona atau Covid-19 saat ini kepada pemerintah.

Berdasarkan laman resmi Keenterian Keuangan yang dikutip di Jakarta, Minggu 22 Maret 2020, Inpres tersebut meminta kementrian/Lembaga (K/L) mengutamakan alokasi anggaran yang ada untuk mempercepat penaganan Covid-19 sesuai protocol yang telah ditentukan.

Saat ini, Sri Mulyani telah mengidentifikasi anggaran belanja kementerian dan Lembaga sejumlah asumsi makro juga telah bergeser dari proyek semula. Namun, Presiden Jokowi nantinya yang akan memutuskan apakah perubahan ini dilakukan dalam bentuk Perpu atau UU baru.

BACA JUGA  Ombudsman Apresiasi Standar Pelayanan Disdik Sulsel, ini Alasannya!

Dalam kasus yang seperti ini Pemerintahan cukup tanggap dalam pengalokasian anggaran untuk penanggulangan pandemic Covid-19 ini.

Dalam hal yang seperti ini Pemerintah harus Transparansi, Akuntabilitas (pertanggungjawaban) serta penggunaan dana secara efektif dan efisien yang bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Seperti penyalahgunaan dana oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Dari kebijakan pemerintah tersebut kita juga bisa melihat bahwa pemerintah sudah menerapkan transparansi atau keterbukaan pengalokasian anggaran Covid-19 tersebut.

Pengawasan yang dilakukan KPK, Ketua Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memaparkan adanya titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi saat masa pandemic Covid-19.

Salah satunya, mulai dari pengalokasian anggaran untuk penanganan Covid-19, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD hingga penyaluran bantuan sosial (bansos).

Adapun guna melakukan fungsi pengawasan tersebut, KPK juga sudah membentuk satuan tugas gabungan antara Deputi Penindakan dan Deputi Pencegahan dalam rangka melakukan pencegahan supaya tidak terjadi korupsi dan sekaligus melakukan tindakan tegas terhadap penyimpanan anggaran korupsi. (*)

  • Bagikan