Misteri Hilangnya sang Nelayan ‘Birea’ Bantaeng

  • Bagikan

PUBLIKASIONLINE.co – “Masa lebih lima hari hilang di laut tapi tidak mengapung, biasanya itu, mengapung mi jasadnya karena habis mi oksigen to di dalam tubuhnya,” kata seorang kawan yang sedikit mengkerutkan keningnya. Mungkin ia heran.

Raut wajah kawan itu tak sedikitpun menunjukkan kata bahwa menghilangnya seorang nelayan di Bantaeng adalah faktor kecerobohan. Sebab Sulawesi Selatan, atau mereka yang tinggal di pesisir adalah pelaut yang ulung.

Bahkan pelaut Bugis-Makassar tak pernah gentar dengan ombak. Dulu, sewaktu masih kecil, ibuku selalu bercerita tentang kehebatan pelaut Bugis-Makassar yang bahkan bisa mengarahkan angin ke mana pun sang pelaut inginkan. Saya mengamini cerita itu, hingga ku sempat bermimpi untuk menjadi kapten kapal.

Hilangnya sang nelayan masih menjadi misteri bagi kawanku, namanya Saharuddin, kecurigaannya adalah masyarakat lupa menyiapkan santapan bagi sang penunggu. Ia sebut, pesisir laut di Bantaeng masih dikuasai oleh Ratu Pantai Selatan. Sesosok roh seorang dewi yang melegenda di tanah Jawa dan Bali. Yah, Nyi Roro Kidul.

Kawanku itu bercerita tentang kisah-kisah lamanya ihwal kegaiban sewaktu masih muda, saat ia sering bertapa di penghujung malam di pesisir pantai Lamalaka.

Satu waktu ia sempat dikagetkan dengan sesosok penampakan misterius, kawanku masih menggali ingatannya, sembari memejamkan mata ia menyebut sesosok yang pernah dilihatnya, “Sorot matanya tajam,” hanya itu kata dia yang sempat kuingat. “Lari ya’,” sambungnya menjelaskan kalau ia saat itu sedang takut.

Dalam pertapaan itu ia tidak meminta apa-apa di sana. Gelora jiwa mudanya sekadar ingin mengetahui apa yang terjadi dan apa yang akan ditemuinya. Ia mengira, itu jelmaan sang Kanjeng Ratu Pantai Selatan.

Nelayan yang hilang itu bernama Asri, usianya kira-kira 30 tahunan. Pria itu sudah lama menjadi nelayan, tinggalnya pun di sekitar perumahan nelayan. Asri adalah warga Birea, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng.

Asri dinyatakan menghilang saat melaut di perairan Bantaeng, Kecamatan Pa’jukukang, kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan pada Sabtu, 3 Agustus 2019. Hari ini, tepat seminggu menghilangnya nelayan ulung itu.

Kabar terakhir yang kudengar, perahunya seperti tahu jalan pulang. Kembali menepi ke pantai menandakan tuannya harus sesegera dicari.

Hingga pekan ini belum ada tanda-tanda keberadaan Asri. Tim pencari juga sudah memutuskan untuk menghentikan penelusuran. Nahas bagi Asri yang telah ditelan ombak.

Cerita mistis itu tiba ketika kawanku tadi, Saharuddin terbata-bata mengatakan kalau-kalau, sebenarnya sang penunggu, penguasa Ratu Laut Kanjeng Nyi Roro Kidul mungkin saja terlalu lapar menunggu sesajen tak kunjung tiba.

“Dulu itu, setiap tahun warga di Birea dan sekitarnya, kongsi-kongsi beli daging untuk sesajen dibawa ke laut,”. Tapi kali ini tradisi tolak bala itu perlahan hilang. Asumsi kegaibannya muncul. “Kayaknya ini petakanya,” kata kawanku itu.

Dia berkisah akan masa kanak-kanak bersama rekan-rekan sejawatnya saat berlarian dan mencari ikan di bibir pantai itu. Masih terpapar dalam ingatannya bahwa dulu, kata dia, daging-dagingan dan ketan serundeng atau Bugis-Makassar biasa sebut Songkolo tersaji. Ia yang belum mengetahui apa-apa dengan santai melahap makanan sesajen itu. Tetapi kata dia rasanya hambar.

“Orang-orang masak seenak mungkin, tapi pas saya makan, turun ji di tenggorokan, sampai ji di perut, tapi tidak ada mi rasanya, tidak bikin kenyang. Karena ini Songkolo dan ayam, yah siapa yang tidak mau makan,” katanya sambil tertawa kecil mengingat masa lalunya.

Sesajen di pantai itu bukanlah praktek pesugihan, melainkan tradisi bagi makhluk ghaib. dalam ajaran agama mana pun, makhluk ghaib selalu dikisahkan.

Manusia patut mempercayai itu.

  • Bagikan