Merefleksi Kembali Sejarah Perjuangan Buruh: Menutut Upah Layak dan Cabut Omnibus Law

  • Bagikan

MAKASSAR – Peringatan Hari Buruh Internasional, atau yang lebih dikenal sebagai May Day, bukan hanya sekadar libur semata, tetapi juga merupakan momen penting untuk merefleksikan hak-hak pekerja, memperingati perjuangan gerakan buruh, dan menyoroti isu-isu terkini dalam dunia ketenagakerjaan.

Peringatan tersebut hampir diperingati oleh seluruh kaum pekerja di seluruh dunia, termasuk Indonesia itu sendiri. Pada hari ini Sabtu, 04 Mei 2024 kelompok pekerja masih memperingati momentum ini, baik dalam bentuk aksi demonstrasi maupun diskusi publik yang dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD).

Salah satu lembaga yang merespons isu perburuhan kali ini adalah Society Research and Humanity Development atau lebih dikenal SERUM Institute.

BACA JUGA  Pj. Bupati Bantaeng Andi Abubakar Paparkan Capaian Kinerja Triwulan Kedua

Kali ini, SERUM mengangkat isu “Menggali Makna May Day dan Perjuangan Hardiknas: Peran Buruh Dalam Perjuangan dan Pembangunan Bangsa” yang berlangsung di Warkop 86 Alauddin, Jl Sultan Alauddin.

Adapun yang hadir jadi narasumber antara lain; Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sulsel, Abdul Muis; Pengamat Ekonomi, Dr Rendra Anggoro MM; Ketua BEM Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, .

Abdul Muis mengatakan bahwa perjuangan buruh adalah perjuangan lama yang terus diperjuangkan, baik hak-hak dan perlindungannya. May Day ini dulunya bukan baru dikenal di Indonesia setelah reformasi.

“May Day tidak dikenal di masa orde baru, hanya ada hari pekerja Indonesia yang ditetapkan sebagai hari libur,” tuturnya.

BACA JUGA  Awasi Coklit Daerah Terpencil, ini yang Ditemukan Bawaslu Bantaeng

Makna may day bagi serikat buruh adalah momentum perjuangan untuk mengingatkan pemerintah soal aspirasi buruh dan hak-haknya.

“Dengan lahirnya Undang-undang Omnibus Law menjadi momok menakutkan bagi buruh, sehingga semua organisasi buruh menolak dan meminta agar undang-undang tersebut dicabut,” kata Muis.

Olehnya, Muis berharap rezim Prabowo-Gibran bisa mencabut omnibus law. “Karena rezim Jokowi saat ini tidak ada itikad untuk mencabut omnibus law tersebut, yang hanya mengakomodir kepentingan oligarki,” tegasnya.

Dr Rendra Anggoro juga menyampaikan hari buruh adalah cerminan adanya kebebasan berpendapat menyampaikan keluh kesahnya, itulah wujud dari sistem demokrasi.

“Masalah konpleks dari perburuhan adalah upah murah. Bahwa seandainya aspirasi buruh dipenuhi maka tidak ada lagi aksi demonstrasi menuntut pemenuhan hak dan upah yang layak. Sehingga kita patut mendukung terlibat dalam perjuangan pekerja,” ungkapnya

BACA JUGA  Pj Gubernur Bahtiar Tegaskan ASN dan Kadis Lebih Sering Turun ke Masyarakat

Selain itu, Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah Sulsel, Zul Jalali menegaskan bahwa Omnibus Law adalah momok bahaya bagi kaum buruh, dan juga mahasiswa sebagai calon pekerja.

“Buruh adalah hal vital dalam meningkatkan ekonomi suatu negara sehingga hak-haknya perlu diperhatikan dengan baik,” pungkasnya.

Kegiatan diskusi ini ditutup dengan foto bersama dan saling bercengkrama sebagai wujud silaturahmi antar lembaga yang peduli pada isu kelas pekerja. (Alam)

  • Bagikan