iklan Promo

Site Office Diduga Fiktif, Revitalisasi SMK di Bantaeng Terancam Jadi Proyek Bermasalah

BANTAENG,PO — Proyek revitalisasi SMK di Kabupaten Bantaeng yang dibiayai dari APBN 2025 kembali menuai sorotan. Setelah persoalan minimnya penerapan standar keselamatan kerja (K3), kini muncul dugaan penggunaan gedung sekolah sebagai site office proyek.

Padahal, dalam dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB), setiap kontraktor diwajibkan menyiapkan site office tersendiri sebagai pusat administrasi, manajemen, dan pengawasan proyek. Anggaran untuk itu bukan angka kecil. Namun, pantauan di lapangan menunjukkan ruang kelas atau kantor sekolah justru disulap menjadi site office.

Jika benar demikian, maka timbul pertanyaan besar: ke mana larinya anggaran khusus untuk site office yang sudah dicairkan dari APBN?

“Ini jelas tidak bisa dianggap sepele. Kalau site office sudah dianggarkan tapi tidak diwujudkan, maka itu indikasi penyimpangan,” kata Agus, pemuda asal Uluere yang aktif memantau proyek pendidikan di Bantaeng. Ia menambahkan, praktik seperti ini bisa dikategorikan sebagai bentuk pengabaian terhadap transparansi penggunaan dana negara Sabtu 27 September 2025.

BACA JUGA  Mukhammad Fathoriq Ernanto, Atlet Persinas Asad Ikuti Seleksi Tim Inti Pra Porprov Bantaeng

Secara hukum, dugaan ini berpotensi melanggar UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3 UU Tipikor menegaskan, siapa pun yang menyalahgunakan kewenangan atau sarana karena jabatan yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sejumlah pernyataannya juga menegaskan, proyek fisik berbasis APBN di sektor pendidikan merupakan salah satu sektor paling rawan penyimpangan. Penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan, kata KPK, termasuk kategori pelanggaran serius.

BACA JUGA  Kerjasama Dengan Pemkab Bantaeng, ANRI Gelar Ukom Jabfung Arsiparis

Lebih jauh, proyek revitalisasi ini berlangsung serentak di hampir seluruh SMA/SMK penerima bantuan pemerintah di Bantaeng, dengan nilai miliaran rupiah dan masa kerja 120 hari kalender (30 Juli–15 Desember 2025). Artinya, potensi penyimpangan bukan hanya terjadi di satu titik, melainkan hampir di seluruh sekolah penerima.

Kondisi ini menempatkan Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, pada posisi yang harus mengambil langkah tegas. Sebagai otoritas pembina SMA/SMK di daerah, publik menuntut gubernur melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggara proyek, mulai dari instansi pelaksana hingga kepala sekolah penerima program.

Tanpa evaluasi struktural dari tingkat cabang dinas hingga sekolah, publik khawatir proyek yang seharusnya meningkatkan mutu pendidikan justru menjadi ladang praktik koruptif.

Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Sulsel Wilayah V belum memberikan klarifikasi resmi. Abdul Sattar, Kasi Pembinaan SMK dan PK-PLK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah V, sebelumnya hanya menyebut bahwa penyaluran bantuan program revitalisasi “langsung ke satuan pendidikan” sesuai juknis Kementerian Dikdasmen.

BACA JUGA  Misi Kemanusiaan, JOIN Bantaeng Kembali Salurkan Bantuan

Namun jawaban normatif itu tidak cukup meredam kecurigaan. Publik tetap menuntut transparansi penuh. Sebab, yang dipertaruhkan bukan hanya uang negara, tapi juga masa depan pendidikan di Bantaeng.

(Aby)