Hari Ozon: Menjaga Atap Kehidupan Kita
Mashud Azikin, Anggota Dewan Lingkungan Hidup Kota Makassar
MAKASSAR,PO – Hari ini, 16 September 2025, dunia kembali memperingati Hari Ozon Internasional. Seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan ini menjadi pengingat betapa rapuhnya “atap pelindung” bumi yang disebut lapisan ozon. Tanpa lapisan ini, kehidupan di planet biru akan terpapar langsung oleh radiasi ultraviolet (UV) berlebih yang berpotensi merusak kesehatan manusia, mengganggu ekosistem, dan bahkan memicu krisis pangan.
Ozon dan Keberlanjutan Kehidupan
Lapisan ozon, yang berada di stratosfer sekitar 10–40 kilometer di atas permukaan bumi, berfungsi layaknya payung raksasa. Ia menyerap sebagian besar radiasi UV-B yang berbahaya. Bayangkan, jika lapisan ozon rusak, kulit manusia akan lebih cepat terbakar matahari, risiko kanker kulit meningkat, tanaman produktif bisa gagal panen, dan plankton di laut yang menjadi dasar rantai makanan bisa mati massal.
Dengan kata lain, keberlanjutan kehidupan—baik manusia, hewan, maupun tumbuhan—sangat bergantung pada terjaganya lapisan ozon.
Dari Dunia untuk Dunia
Sejarah mencatat, dunia pernah memasuki masa krisis ozon pada 1980–1990-an, ketika lubang ozon di Antarktika kian melebar akibat penggunaan zat perusak ozon (ZPO) seperti CFC pada pendingin ruangan, lemari es, dan aerosol. Kesadaran global melahirkan Protokol Montreal 1987, salah satu perjanjian lingkungan internasional paling sukses, yang secara bertahap menghapuskan penggunaan CFC dan zat sejenis.
Kini, PBB melaporkan bahwa lapisan ozon menunjukkan tanda-tanda pemulihan dan diperkirakan kembali normal pada pertengahan abad ke-21, jika komitmen global terus dijaga.
Skala Kota: Makassar dan Tanggung Jawab Lokal
Meski isu ozon terkesan “jauh di langit”, sebenarnya upaya menjaga keberlanjutan juga bisa dilakukan di tingkat kota, termasuk Makassar. Ada beberapa langkah sederhana namun berdampak:
1. Mengurangi Emisi Kendaraan – Transportasi menjadi salah satu penyumbang gas buang yang memperburuk kualitas udara. Makassar bisa memperkuat transportasi publik ramah lingkungan dan jalur hijau kota.
2. Mengendalikan Sampah dan Limbah – Pembakaran sampah sembarangan melepaskan berbagai zat kimia berbahaya yang berkontribusi pada pencemaran udara. Program bank sampah dan TPS3R yang kini gencar dikembangkan harus dipertegas implementasinya.
3. Mendorong Energi Bersih – Kota pesisir seperti Makassar memiliki potensi besar energi surya dan angin. Pemanfaatan energi terbarukan bisa menjadi bagian kontribusi lokal terhadap isu global.
4. Edukasi Publik – Kesadaran warga tentang bahaya penggunaan produk mengandung zat perusak ozon harus terus ditumbuhkan, terutama generasi muda.
Menyatukan Humaniora dan Ekologi
Hari ozon bukan sekadar isu teknis tentang molekul gas di stratosfer. Ia juga menyentuh ranah humaniora, yakni kesadaran manusia tentang keterhubungan diri dengan alam. Menjaga ozon berarti menjaga keberlanjutan anak cucu kita. Ada dimensi etika dan tanggung jawab lintas generasi.
Kita hidup di bawah satu langit yang sama. Ozon tidak mengenal batas negara, apalagi batas kota. Namun, setiap tindakan lokal, sekecil apapun, berkontribusi bagi kesehatan planet ini. Dari Protokol Montreal di forum global, hingga langkah kecil warga Makassar dalam memilah sampah atau mengurangi penggunaan freon lama—semuanya adalah bagian dari perjuangan kolektif.
Penutup
Hari ozon adalah cermin bagi kita: apakah kita hanya penikmat bumi, ataukah penjaganya? Bumi, dengan segala keterbatasannya, memberi kita kehidupan. Tugas kitalah memastikan lapisan pelindungnya tetap terjaga, agar kehidupan terus berlanjut di bawah atap biru yang damai.