Publikasionline.id – Loyal Thinking begitu kata Cak Nur jika dia berbicara tentang sebuah kemajuan berpikir mengalami kebuntuan yang memungkinkan sebuah peradaban ada pada titik kritis karena ketidaksadaran individu atau kelompok dalam memaknai sebuah perubahan sosial. Ironi memang ketika kita melihat saat ini banyak yang telah berburuk sangka terhadap sebuah perubahan dan bahkan banyak yang telah secara sporadis membuat gerakan sekularis menentang segala aspek perubahan yang terjadi. Tetapi tidakkah kita sadar bahwa sebagian masyarakat majemuk yang berada pada tatannan sosial yang kompleks harusnya kita lebih dapat toleran terhadap perubahan itu sendiri. Karena saya yakin bahwa proses dialektika sosial akan membawa pada pola kesempurnaan yang beragam di masyarakat.
Pola kesempurnaan yang saya maksud adalah pola yang terbentuk akibat banyaknya warna yang berevolusi menghasilkan sebuah tatanan kompleks dari sebuah peradaban yang indah dan dinamis. Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibnu Khaldun adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optik, kedokteran bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju mundurnya ilmu pengetahuan. Tetapi keindahan ini jangan sampai hanya hayalan yang tak bisa kita wujudkan karena adanya loyal thinking yang membuat nalar tak bergerak untuk melihat sebuah perubahan sosial menjadi kesempatan untuk menyempurnakan pola sosial, tapi sebelum kita lebih lanjut membahas mengenai perubahan sosial dan apa yang menjadi aspek penting dari wacana ini mari kita sedikit kembali belajar dari sejarah kebangkitan Eropa yang kita kenal dengan zaman renaisans. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada zaman itu ada benturan sosial yang sangat luar biasa antara konsep teologi dan konsep rasionalisme yang diwacanakan oleh para kaum pemikir dan seniman pada saat itu. Benturan sosial pada saat itu membuat segala aspek sendi kehidupan menjadi berubah, baik itu sosial budaya dan bahkan agama yang paling mendapatkan dampak dan sorotan oleh para kaum pemikir kritis di zaman itu. Di zaman itu kita dapat melihat beberapa tokoh pemikir dan seniman melakukan protes dengan cara mereka masing-masing. Protes ini diawali dengan ketidakterimaan para kaum pemikir dan seniman pada saat itu dengan kesewenang-wenang para kaum gereja dan kerajaan dan puncaknya saat gereja mengeluarkan surat jaminan masuk surga, yang surat itu harus dibeli dengan harga yang cukup mahal untuk menggarangsikan seseorang untuk masuk surga. Meskipun tidak semua kaum teolog Kristen menyetujui itu tetapi dengan legalitas dan perlindungan yang dimiliki gereja oleh pihak kerajaan sehingga dianggap bahwa ada kerja sama yang dilakukan oleh kaum gereja pada saat itu dengan pihak kerajaan adalah bentuk penindasan yang sangat tidak bisa diterima oleh rakyat yang saat itu menyelami keterpurukan secara ekonomi.
Maka hal itulah yang memicu gelombang protes pada kaum gereja dan kerajaan dengan munculnya tokoh seniman yang membuat karya yang sedikit menyimpang dari konsep teologi seperti patung yang dibuat telanjang dan anmoral lainya, hal ini juga terjadi pada kau pemikir yang sudah tak percaya agama lagi, poros pencarian kebenaran mereka menjadi lebih berpandangan bahwa agama hanya alat untuk memperlanggeng kekuasaan untuk menindas rakyat. Maka agama tidak lagi diperlukan dalam membentuk tatanan sosial yang ada di masyarakat.
Peradaban Islam mempunyai keistimewaan berbanding peradaban pendahulunya. Karena peradaban Islam bertahan lebih lama dari peradaban orang-orang Kaldan, Suryani, Persia dan Yunani. Bukanlah hal yang diragukan lagi, panji peradaban yang sekarang berpindah ke Eropa dari zaman renaissanse bersumber dari orang-orang Islam, yang pada masa selanjutnya mengalami perkembangan sampailah kepada zaman kita hari ini, dan mulai kembali lagi kepada orang Islam. Kenyataan ini sesuai dengan apa yang dinukil oleh Nur Kholis Majid pada pendahuluan terjemahan buku W. Montgomery Watt, yang berjudul “Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan”. Ia manyatakan “perhatikan saja istilah-istilah ilmiah dalam peradaban Barat: sebagian besarnya berasal dari bahasa Arab, seperti zero, summit dan sebagainya.
Demikian juga dengan istila-istilah matematika dan astronomi. Dalam acara pengajian Yayasan Wakap Paramadina, ada seorang penatar guru-guru matematika di bidang sains dan Ketua Asosiasi Astronomi Indonesia. Dalam salah satu kesempatan dia mengatakan, bahwa tujuh puluh persen nama bintang di langit berasal dari bahasa Arab”.
Ungkapan seperti ini bukan hanya dari pihak orang Islam, namun ia juga diakui oleh orang Barat sendiri. Thatcher dan Chawel secara tegas mengatakan bahwa bangsa Eropa sangat berhutang dengan kedatangan Islam. Banyak ilmu yang dapat ditemukan sehingga dapat diadopsinya seperti ilmu falak, fisiologi dan masih banyak lagi. Kesan serupa juga diungkapkan oleh Sartios, ia mengatakan bahwa bidang-bidang ilmu pengetahuan yang dibawa Islam terutama ilmu dan penerapannya lebih banyak dari pada dari Bizantium.
Penting dicatat disini, bahwa pemberian pujian atas sains Islam merupakan fenomena baru abad ke-20. Tidak akan ditemukan hal yang sama di dalam literatur orientalis abad ke-18 dan ke-19. Alasannya sangat jelas, sampai periode supremasi bangsa Eropa, Islam telah menjadi lambang ancaman militer dan moral yang penting bagi agama Kristen, karena Islamlah agama alternatif yang amat kuat dan berkembang pesat.
Di pertengahan abad ke-8 M, ketika Afrika Timur dan Barat menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan di bawah naungan pemimpin Islam, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Kemudian pada tahun 750 M, Islam memasuki Andalusia di bawah pimpinan Panglima Thariq, seorang remaja berkebangsaan Barber yang baru memeluk Islam.
Sebenarnya masyarakat kelas ke-2 dan kelas ke-3 di Andalusia telah mendengar akan ketinggian moral dan peradaban Islam, sehingga kemenangan Panglima Thariq disambut dengan gegap gempita oleh masyarakat setempat. Pada masa selanjutnya kehadiran Islam di Eropa Barat Daya tersebut bagaikan cahaya di tengah kegelapan. Di bawah pimpinan pemerintah Islam, Andalusia mengalami kemajuan pesat seiring dengan peradaban-peradaban Islam pada masanya. Andalusia menjadi setinggi-tinggi peradaban selari dengan peradan di negeri-negeri Islam tetangganya yang berkilauan bagaikan bintang-bintang di antariksa, layaknya negeri “seribu satu malam”.
Mulai abad delapan mazhab Maliki berkembang pesat di seluruh penjuru Afrika Utara sebagai administrasi hukum, pendidikan dan legitimasi. Dua abad kemudian Sufisme juga menjadi basis pengorganisasian warga pedalaman di Tunisia, Aljazair dan Maroko. Ia menjadi pemimpin koalisi kesukuan sebagai perlawanan bagi rezim negara (Lapidus, 2000, pp. 629–630).
Saat keberadaan umat muslim di Spanyol berakhir, masyarakat muslim di Afrika Utara justru memasuki tahap perkembangan baru. Dengan kehancuran Dinasti Al-Muwahhidun mulai terbentuk konfigurasi baru antara negara dan masyarakat. Meskipun pola kekhalifahan tetap dilanjutkan namun negara-negara Afrika Utara mengarah pada pola struktur institusional Timur Tengah model Saljuk dan model Mamluk-Ayyubiyah di Mesir. Beberapa rezim dibentuk mewarisi Dinasti AlMuwahhidun dimana mereka didukung mawali (golongan muslim non-Arab), pasukan budak, pasukan bayaran dan birokrasi keluarga yang bergantung pada kesukuan yang berkuasa. Sejalan dengan hal tersebut terjadi penyebaran Sufisme.
Dari Andalusia inilah (sekarang dikenal Spanyol) masyarakat Eropa menyerap peradaban Islam baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan peradaban antar negara, tidak terkecuali ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana Watt menyatakan, pengaruh Islam dirasakan di Eropa Barat terutama melalui Spanyol, dan pada tingkat yang lebih kecil melalui Sisilia.
Kesenjangan di antara umat Islam dan Eropa pada masa-masa keemasan Islam sangat jelas sekali. Jalan-jalannya mulus, lorong-lorong kota Bagdad, Damaskus, Cordoba dan kota-kota lainnya diterangi beribu lampu di malam hari, sedang jalan-jalan di Eropa masih becek dan gelap. Penguasa-penguasa Islam sangat mencintai Ilmu, istana-istana kekhalifahan dipenuhi buku-buku dan ilmuwan-ilmuwan, sedangkan di Eropa, geraja masih disibukkan dengan pembunuhan dan pembakaran ilmuwan dan ahli sihir yang dianggap bertentangan dengan ajaran gereja.
Islam mampu membangun peradaban yang mengagumkan dunia. Baik itu dari segi arsitektur, teknologi, kudayaan, ilmu pengetahuan, tata bahasa, norma-norma sosial dan banyak lagi. Kalau boleh memijam istilah Maria Rosa Menocal dalam bukunya yang berjudul Sepotong Surga di Andalusia, ungkapan “The ornament of the world”, secara harfiah bisa didefinisikan sebagai “Perhiasan dunia”, adalah gambaran ketinggian peradaban Islam. Karena itulah gelar yang diberikan kepada Cordoba ibu kota Andalusia, sebagai ungkapan kagum seorang biarawati sekaligus penulis berkebangsaan Saxon pada abad ke-10. Dan yang terpenting di dalam essai ini adalah pemikir-pemikir Islam yang telah menyumbangkan keunggulan-keunggulan karya mereka sehingga memposisikan umat Islam pada masa itu benar-benar menjadi umat terbaik di dunia. Tidak hanya sekadar itu, pemikir-pemikir Islam mampu memberikan kontribusi yang masih signifikan sampai peradaban hari ini. Terlepas dari apakah pada saat ini Islam telah menjadi umat yang terbelakang atau umat yang mulai kembali berkembang untuk membangun peradabannya, namun Islam baik sebagai agama atau sebagai the way of life, tetap dianggap sebagai sebuah konsep yang unggul. Ini dibuktikan dengan ungkapan Paul alvarus, seorang tokoh Kristen yang vokal dan dihormati, yang hidup di Cordova pada pertengahan abad ke-9 mengungkapkan keresahan suara hatinya:
“Orang-orang Kristen sangat senang membaca berbagai syair dan roman Arab. Mereka mempelajari para teolog dan filosof Arab, bukan untuk menolak pemikiranya, melainkan untuk mengetahui tata bahasa Arab yang benar dan indah. Adakah rakyat jelata yang masih mau membaca tafsir-tafsir kitab suci berbahasa Latin atau mempelajari Injil, kisah-kisah Nabi dan Rasul? Celaka! Semua pemuda Kristen yang berbakat membaca dan mempelajari buku-buku Arab dengan antusias. Mereka menghimpun perpustakaan-perpustakaan besar dengan biaya yang tak sedikit. Mereka sepelekan buku-buku Kristen dan menganggapnya tak layak dipelajari. Pemuda-pemuda Kristen telah lupa terhadap bahasa sendiri. Untuk setiap satu orang yang bisa berkorespondensi dalam bahasa Latin kepada temannya, terdapat seribu orang yang bisa menulis, menuangkan ide dan pemikiran mereka dengan bahasa Arab yang indah, dan bahkan menulis syair-syair Arab lebih baik dibanding orang-orang Arab sendiri.”
Ini adalah sebuah ancaman yang sangat besar bagi bangsa Eropa dan agama Kristen yang menjadi jirannya pada masa itu, baik sebagai kelompok manusia budaya maupun umat beragama. Jadi untuk menjelaskan tersebarnya Islam, Kristen telah mengembangkan stigma yang mengatakan sukses Islam adalah hasil dari kekerasan, gejolak nafsu dan kebohongan kaum Muslim. Tentu saja ini adalah pernyataan yang “menghibur” pada masa ketika imperialisme perdagangan Eropa mulai tumbuh. Dengan mengembangkan teori tersebut ‘penderitaan orang kulit putih’ tidak hanya menjadi lebih ringan untuk dipikul, tapi penaklukan militer juga membentuk moral imperatif saat orang-orang buas yang tidak mengerti akan keagungan nilai sains.
Ungkapan di atas menggambarkan keunggulan Islam yang membuat ciut nyali dunia dengan kreativitas umatnya dalam membangun peradaban. Kendatipun dalam catatan sejarah, pada abad 13 sampai abad 18 peradaban Islam telah mengalami kemunduran, tetapi Islam masih saja membuat kecut pihak yang menganggapnya sebagai lawan. Karena pada abad-abad sebelumnya, para pemikir Islam telah mewariskan karya-karya agung yang tidak hanya digandrungi oleh umat Islam, tapi oleh umat-umat yang memusuhi Islam. Tidak dinapikan keunggulan itu terlahir dengan ajaran Islam yang sangat mendorong umatnya mendalami ilmu pengetahuan. Islam juga memandang tinggi kedudukan akal. Dalam waktu yang sama Islam juga menekankan tingginya nilai etika, akhlak dan norma-norma sosial. Tapi yang paling utama dasar ajaran Islam adalah tauhid.
Bila kita kembali ke sejarah, pasti kita akan menemukan manusia-manusia unggul, pemikir-pemikir yang berjasa kepada kemajuan Islam dan dunia pada saat ini. Sebut saja misalnya Al-kindi (801-865), Al-Farabi (870-950), Ibnu Sina (980-1037), dan Ibn Rusyd (1126-1198), masih disebut sebagai tokoh-tokoh ideal yang dicanangkan sebagai model fase kemajuan berfikir dan kebangkitan dalam dunia Muslim. Para filosof Muslim sangat mengedepankan logika dan cara berfikir yang benar, tanpa ada maksud untuk mngesampingkan wahyu, tetapi penggunaan rasio adalah juga karunia Allah yang amat berharga. Di tangan para ilmuwan inilah terlahir karya-karya yang masih menjadi rujukan berabad-abad dan sebagian teks aslinya masih bisa kita temukan di perpustakaan-perpustakan Eropa.
Pemikir Islam, Ibnu Rusyd (1120-1198 M) misalnya, di Barat dikenal dengan nama Averos. Ia melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berfikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang befikir bebas. Ia mengedepankan sunatullah menurut pengertian Islam terhadap patheisme dan anthrophomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, sehingga di Eropa timbul gerakan Averoisme (Ibn Rusyd-isme) yang menuntut kebebasan berfikir. Bermula dari pemikiran dan gerakan ini di Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke 17 M. Berawalnya pengaruh penyerapan peradaban Islam ke Eropa dimulai dari pemuda-pemuda Kristen belajar ke Universitas-Universitas Islam. Kemudian di Paris didirikan Universitas yang sama dengan Negara Islam pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibnu Rusyd.
Dibidang teologi, dunia Islam diramaikan oleh ahli-ahli ilmu kalam yang berasal dari berbagai aliran. Seperti aliran Mu’tazilah yang sangat menghargai ketinggian akal. Bagi kaum yang berfaham Mu’tazilah, dengan potensi akal yang dimiliki manusia, manusia dapat mengkaji kebenaran sampai ketahap mampu mengetahui adanya Tuhan, baik buruk sebuah perbuatan dan banyak lagi persoalan teologi yang dipaparkannya dengan pola yang sangat menarik. Pada dasarnya pemikiran Mu’tazilah didominasi teologi rasional.
Paham yang bersebrangan denga Mu’tazilah adalah Asy’ariyah. Teologi Asy’ariyah yang lebih berpandangan teologi tradisional beranggapan kemampuan akal hanya mampu ke tahap mengakui adanya Tuhan. Sedangkan selebihnya tidak mampu diakses oleh akal. Kendati demikian, dari segi diaelektikanya, kaum Asy’ariyah tetap mengedepankan argumen secara rasional untuk mengenal Allah dan ini tetap dianggap merupakan kelanjutan metode kalam Mu’tazilah.
Selain ketinggian akal dan keutamaan argumen rasio seorang muslim juga wajib memiliki ketinggian Akhlak. Keutamaan ajaran tasawuf adalah menuju akhlak yang terpuji dan meninggalkan serta menjauhi akhlak yang tercela. Mengutamakan gerakan hati nurani atau intuisi disamping akal untuk melihat kebenaran. Namun, ketika ketiga unsur ini dikolaborasikan, maka, akal yang di bimbing oleh wahyu dan dibarengi ketinggian akhlak akan melahirkan pribadi-pribadi unggul yang sangat diperlukan untuk membangun umat. Inilah keunggulan peradaban Islam yang tidak dimiliki oleh peradaban-peradaban lainnya. Kendatipun Islam dihancurkan oleh orang-orang yang buas dan rakus seperti bangsa Mughal, namun ketika mereka berinteraksi dan mendalami peradaban Islam, mereka terus jatuh cinta padanya dan membangun kembali peradaban Islam.
Begitu juga bangsa-bangsa Eropa yang dengan keji dan brutal mengusir Islam dari Granada Spanyol, namun nilai-nilai Islam sangat mereka cintai. Sebagaiman Watt mencatatkan “ dan nampaknya dapat dibenarkan kalau disebutkan bahwa agenda-agenda acara atau aturan-aturan waktu yang harus kita ikuti dalam acara-acara formal mungkin berasal dari Ziryab ini”. Selanjutnya Watt menyatakan, ketika orang-orang Romawi memasukkan wilayah Yunani ke dalam wilayah kekuasaan mereka, akibatnya adalah seperti yang dikatakan seorang penyair Latin “Yunani yang telah tertaklukkan membuat takluk penakluknya yang besar.” Namun penaklukkan orang-orang Arab tidak membawa mereka “tertaklukkan” sebagaimana terjadi pada penakluk Romawi. Mereka bahkan berhasil mendesakkan bahasa mereka, bahkan apa yang menjadi sudut pandang mereka, kepada hampir seluruh masyarakat yang ditundukkan di bawah kekuasaanya.
Islam adalah agama yang benar, maka dari itu Islam tidak akan melewatkan segala aspek yang diperlukan manusia. Filsafat sangat diperlukan manusia untuk mencapai kesuksesan di dunia. Teologi adalah keperluan manusia sendiri kepada Tuhan yang menciptakannya supaya manusia selalu ingat pada setiap kesuksesan pikirannya. Tasawuf diperlukan filsafat dan teologi sebagai penyeimbang antara dunia dan Tuhannya. Tasawuf juga merupakan pembimbing akhlak manusia supaya benar-benar kelihatan manusianya dan untuk manusia mencapai kebahagiaan serta kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Manusia memerlukan akal, dan akal perlukan Tuhan. Di antara manusia, akal, dan Tuhan diperlukan hati atau intuisi yang dicerminkan oleh etika dan akhlak yang mulia supaya semua unsur tersebut tetap seimbang di dalam manusia.
Islam sebagai agama yang membawa rahmat untuk semesta alam, lahir di kota Makkah dan tumbuh berkembang di Madinah, dan selanjutnya menyebar ke setiap sudut jazirah Arab serta akhirnya menyebar ke seantero dunia. Kehadiran Islam ini telah dapat mewujudkan suatu peradaban yang terkemuka dan kaffah, peradaban ini dikenal dengan “Peradaban Islam”. Peradaban Islam mencakup seluruh aspek kebutuhan hidup manusia, bahkan berimbas kepada semua makhluk ciptaan Tuhan. Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber pokok pembentukan peradaban ini.
Peradaban yang berlaku umum, tentu saja peradaban yang mendahulukan kepentingan bersama, dan tidak bersifat politis. Manakala peradaban dikaitkan dengan tujuan politik tertentu, maka akan tercipta sebuah “prasangka-prasangka” negatif dalam proses dialektika peradaban. Disinilah pentingnya menerapkan teori fungsionalisme. Menurut para fungsionalis, masyarakat adalah statis atau masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Fungsionalis menekankan pada keteraturan masyarakat. Fungsionalis menyatakan bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas. Fungsionalis cenderung melihat masyarakat secara informal diikat oleh norma, nilai, dan moral. Fungsionalis memusatkan perhatian kepada kohesi yang diciptakan oleh nilai bersama masyarakat. Dengan demikian teori konflik adalah kebalikan dari teori fungsional. Sementara itu dialog peradaban ini, dalam konteks agama, Ninian Smart berpendapat kita memerlukan suatu world view bagi dunia yang juga tidak menjadikan seluruh agama itu sama, tetapi menekankan nilai-nilai komplementer agama dalam membantu membangun peradaban global yang sesungguhnya kita perlu melihat agama-agama dalam model konteks yang sama, sebagaimana demokrasi merupakan cara menghilangkan kekerasan dalam memilih kebijakan, demikian juga demokrasi spiritual seharusnya dapat menghilangkan kekerasan inter-religius dan inter-ideologis. Setidaknya perang dingin (dengan sisi religious yang dimiliki) berakhir, dan kita membutuhkan suatu pandangan dunia yang serba mencakup bagi seluruh umat manusia.
Pengaruh Teknologi Terhadap Sosial Budaya terbagi atas 2 yaitu Teknologi Komunikasi, Nilai dan Moral. Teknologi komunikasi adalah peralatan perangkat keras (hardware) dalam sebuah struktur organisasi yang mengandung nilai-nilai sosial, yang memungkinkan setiap individu mengumpulkan, memproses dan saling tukar-menukar dengan individu-individu lainnya.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas dan berarti atau berguna bagi manusia. Menilai berarti menimbang suatu kegiatan manusia untuk membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan mana yang lebih baik. Nilai bersumber dari budi pekerti yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan disamping sistem sosial dan karya. Nilai sosial merupakan landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku.
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat pada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
Budaya saat ini sudah mulai kendor dan bahkan sudah mulai hilang dalam kehidupan masyarakat sebagai contohnya permainan tradisional yang kini sudah mulai hilang, permainan tradisional yang seharusnya dimainkan oleh anak-anak untuk mengisi waktu luangnya, sehingga masa kecilnya dipenuhi dengan warna-warninya kehidupan. Yang juga dapat dijadikan sebagai pengalaman bagi mereka. Perlahan seakan hilang dari masyarakat. Sebagai contoh orang tua menafkahi anak mereka dengan berbagai macam teknologi yang canggih, seperti permainan game video, dan bahkan anak yang seharusnya belum waktunya mengenyam teknologi sudah dibekali dengan gadget yang membuat mereka merasa malas bermain di luar dan dekat dengan alam.
Rahman : Toddo Lentu Batujala
Malang, 28 Desember 2024