MAKASSAR – Untuk menjaga inflasi di tetap terkendali, Pemerintah Provinsi Sulsel telah menyiapkan sejumlah langkah intervensi. Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Andi Muhammad Arsjad, mengungkapkan, tahun 2024 ini beberapa program intervensi tetap dilanjutkan. Diantaranya, gerakan pangan murah, termasuk juga operasi pasar dan stabilisasi pasokan dan harga pangan.
“Kita juga tentu akan tetap melakukan pemantauan secara rutin terhadap harga-harga terutama komoditi bahan pokok strategis. Setiap hari teman-teman enumerator kita mencatat melalui panel harga di beberapa pasar tradisional yang menjadi sampling kita di 24 kabupaten/kota, sehingga kita terus memantau pergerakan dari pada harga,” kata Arsjad, usai mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi secara virtual di Baruga Lounge, Kantor Gubernur Sulsel, Rabu, 3 Januari 2023.
Selain itu, lanjut Arsjad, secara garis besar program pengendalian inflasi tetap dalam konteks upaya menjaga ketersediaan dan pasokan dan memastikan kelancaran distribusi pangan. Termasuk keterjangkauan harga dan komunikasi efektif dengan semua elemen tetap akan didorong dan dioptimalkan di tahun 2024.
“Saya yakin dengan neraca pangan yang ada, ketersediaan pangan di Sulsel masih cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat dalam beberapa bulan ke depan,” imbuhnya.
Diketahui, momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru), serta masa libur sekolah berkontribusi terhadap kenaikan inflasi di daerah Sulsel. Meski begitu, Arsjad mengaku pergerakan inflasi di Sulsel hanya meningkat tipis.
“Kondisi pergerakan inflasi mengalami peningkatan tipis di Sulawesi Selatan ini dari 2,79 (persen) meningkat tipis jadi 2,81 (persen),” ucapnya.
Peningkatan ini, lanjutnya, disebabkan tingginya permintaan masyarakat untuk bahan pokok dan berdampak pula pada sektor transportasi saat momentum perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru termasuk liburan sekolah.
Beberapa komoditi yang menjadi penyumbang inflasi di Sulsel, paling besar adalah komoditi beras dengan andil inflasi mencapai 0,822 persen, yang disusul cabai rawit sebesar 0,353 persen.
“Ini tentu harus menjadi perhatian kita semua untuk tetap mengoptimalkan kerja-kerja Tim Pengendali Inflasi Daerah,” ujarnya.