MAKASSAR – Aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar berlangsung ricuh dengan aparat kepolisian.
Pasalnya, puluhan massa yang mengatasnamakan Dewan Mahasiswa Posko Perjuangan Rakyat (Dema Pospera) Sulawesi Selatan itu mendapat tindakan represif saat berusaha masuk ke dalam Kantor BPN Makassar. Kamis, (13/2/2020).
Menurut informasi yang dihimpun di lokasi aksi, terdapat 3 orang pengunjuk rasa mendapat tindakan refresif. Di antaranya, Iksan mahasiswa Unismuh Makassar mendapat luka memar di bagian dada.
Sementara Ariandi mahasiswa UIT Makassar mendapat tendangan di bagian paha dan Toriq mahasiswa UIN Alauddin Makassar di bagian perutnya ditendang saat mendokumentasikan aksi tindakan refresif tersebut.
“Saat itu saya men-video polisi yang pukul temanku, saya pun juga dapat imbasnya. Kemudian teman saya, Iksan dipukul dadanya,” ujar Ariandi, salah satu korban represif.
Korban lain bernama Iksan pun merasa kecewa atas perlakuan aparat yang kurang memperlihatkan tugas sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
“Saya tidak terima perlakuan ini. Kenapa polisi sepertinya memperlihatkan sikap premanisme. Saya minta Kapolsek Rappocini dan Kapolrestabes Makassar segera mengevaluasi anggotanya,” tuturnya.
Mahasiswa dan pemuda yang tergabung di Dema Pospera Sulsel itu meminta Kepala BPN Kota Makassar untuk menanggalkan jabatannya. Hal itu dibuktikan dengan bentangan spanduk bertuliskan “Copot Kepala BPN Makassar” dan mereka pun melakukan orasi saling bergantian.
Mereka menyebut bahwa kepala BPN Makassar, Andi Bakti harus mempertanggung jawabkan tanah masyarakat yang berlokasi di Jalan Perintis, Kecamatan Tamalanrea, Makassar.
Pasalnya, tanah milik warga dijanji bakal diberi ganti rugi kurang lebih 5 miliar atas pembebasan lahan.
Mereka menyebut, sudah 4 tahun sejak keputusan PN Makassar, hingga saat ini BPN Makassar belum memenuhi tanggungjawabnya terkait bayaran pembebasan lahan ganti rugi kepada pemilik lahan dan pihak lain yang memiliki hak yang sama.
“Kasihan warga di sana, sudah 4 tahun kasus itu belum diselesaikan oleh BPN Makassar. Uang 5 miliar itu dikemanakan,” kata Awaluddin, Jenderal Lapangan Aksi, Kamis (13/02).
Ia menilai, bahwa tidak terlihat adanya usaha aktif yang ditunjukkan BPN Makassar untuk menuntaskan tanggungjawabnya.
“Sebagaimana dengan statement Presiden Jokowi meminta kementerian ATR/BPN segera menyelesaikan permasalahan sengketa tanah diselesaikan secepat-cepatnya, dituntaskan agar rakyat memiliki kepastian hukum ada rasa adil,” jelas Jendral Lapangan, Awaluddin.
BPN Makassar dinilai lambat dan seolah-olah tidak ada usaha aktif menyelesaikan sengketa tanah sehingga masyarakat menjadi korban berkepanjangan.
Sementara orator lainnya, Randi meminta dengan tegas agar Andi Bakti yang memiliki kewenangan soal sengketa tanah dapat dituntaskan.
“Maka kami meminta penyelesaian pembayaran (konsignasi) agar dapat diproses lebih cepat untuk terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan uang 5 miliar muncul dugaan bahwa pak Andi Bakti melakukan penggelapan dana,” teriak Randi di sela-sela aksi. (*)