Bantaeng–Berlangsung selama sehari di Jalan Bungung Barania Nomor 5 Lembang-lembang, Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Minggu (08/02/20), Manager AMBAE, Abdul Azis, S.IKom mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Assesment dalam rangka Penyusunan Naskah Akdemik Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Bantaeng.
Azis merupakan satu dari puluhan peserta FGD yang datang dari berbagai elemen yang mengklaim diri Pemerhati Anak dan Perempuan. Hadir atas undangan resmi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMDPPPA) Kabupaten Bantaeng.
Di Pusat Kreatifitas Anak KOMPLEN (Komunitas Pakampong Tulen) itu, dia berbicara banyak terkait peranan Jurnalis ataupun Pekerja Media. Diharapkannya agar Perda yang akan diterbitkan nanti dapat mengakomodir kepentingan Jurnalis, terutama Jurnalis Ramah Anak.
“Harapan kami di AMBAE agar Perda KLA nantinya tidak melupakan Jurnalis atau sebut saja Wartawan atau Pers dan beragam istilah lainnya. Jurnalis Ramah Anak harus bisa terekam dengan jelas di naskah Perda itu yang kemudian berlanjut dengan Peraturan Bupati dan seterusnya”, pinta Azis.
Peranan yang dimaksudkan, bagaimana Pemerintah dapat bersinergi dengan Pilar kelima dari negara ini yakni Pers. Sehingga terjadi simbiosis mutualisme, bukan sekedar memanfaatkan Jurnalis dan medianya sebagai alat publikasi.
“Target Saya, ke depan berita yang sifatnya edukasi mendominasi pemberitaan. Misalnya ketika terjadi kasus anak, harusnya muncul juga berita tentang cara menekan angka pernikahan anak, bagaimana dampak tawuran ataupun tutorial mengantisipasi kenakalan anak”, paparnya.
Peran media tidak bisa dipungkiri memberi dampak besar terhadap perubahan mindset yang akan mengarah pada kualitas pembangunan karakter anak. Pembaca kata Azis, bukan lagi kalangan dewasa saja, namun anak pun telah berbaur yang membuatnya rentan.
“Jurnalis Ramah Anak solusi yang mungkin bisa kita aplikasikan saat ini. Kenyataan mempertontonkan pada kita jika ada pemberitaan yang justru meninggikan derajat pelaku kekerasan pada anak, sementara korban justru ditekan dalam berita itu baik di judul maupun isi berita”, jelas Azis.
Karenanya penting untuk menggaet Jurnalis bersinergi dengan Pemerintah melalui OPD (Organisasi Perangkat Daerah) serta Lembaga dan Organisasi Pemerintah yang ada. Tentu kata dia, ada ruang kerja sama apik didukung penganggaran yang jelas agar tidak lagi tercermin kesan adanya upaya breidel kepada Pers atau justru kecurigaan Pekerja Media terhadap Pemerintah yang menutup diri dan tidak transparansi.
Terkait pemberitaan, Pemerintah disebutnya amat butuh. Terlebih saat ini sebagian besar penilaian kinerja, utamanya kebijakan dari pusat mempersyaratkan adanya lampiran berita pada kegiatan dimaksud.
“Sama halnya dengan penilaian Kabupaten Layak Anak, untuk meraih nilai di tiap indikator, diminta adanya link berita ataupun dokumentasi lembaran koran. Ini menguatkan kegiatan yang dilaksanakan di daerah benar-benar ada”, ucap dia.
Dirinya juga membeberkan jika pernah melakukan pertemuan terbatas dengan beberapa Jurnalis di Jakarta agar Jurnalis Ramah Anak itu diwujud nyatakan dari pusat ke daerah melalui dukungan penuh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPA RI).
Alhasil, di Peringatan Hari Anak Nasional di Makassar tahun 2019 telah dilaunching Jurnalis Ramah Anak. Azis pun berharap daerah menyikapi, demikian halnya para Jurnalis dapat mengawal kebijakan itu.
Hal itu kemudian direspon St Ramlah selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perli dungan Anak (P3A) pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMDPPPA) Kabupaten Bantaeng. Disampaikan bahwa pihaknya menyiapkan strategi untuk mengakomodir adanya Jurnalis Ramah Anak.
“Menarik sekali bagi kami, Jurnalis Ramah Anak ini penting untuk meminimalisir dampak berita yang arahnya malah tidak responsif terhadap korban kekerasan anak”, tuturnya.
Senada itu, Fajri selaku Advokat mengatakan pemberitaan yang mengangkat citra pelaku kekerasan pada anak dapat mempengaruhi kondisi psikologi korban. Dan pelaku akan merasa semakin hebat dengan tindakan negatifnya.
“Semisal ada berita, Seorang Pelajar Mengagahi Enam Bocah. Penggunaan kata menggagahi menempatkan pelaku sebagai seseorang yang keren atau luar biasa”, ujar dia.
Sementara itu, Konsultan Pendamping dari Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia), Muhammad Taufan yang didaulat sebagai Narasumber FGD menegaskan bahwa masukan dari Manager AMBAE bisa diakomodir ke dalam naskah akademik Ranperda KLA. Meski begitu, tahapan lahirnya Perda masih relatif panjang termasuk Konsultasi Publik untuk mendengar pendapat seluruh elemen di Bantaeng.
“Naskah akademik Ranperda Kabupaten Layak Anak ini kita harapkan sudah ada hasilnya dalam waktu dekat. Mudah-mudahan Saya bisa diberi waktu sampai Rabu mendatang Saya susun dan teruskan ke kak Rara”, ucap Taufan.
Oleh P3A, Taufan dipercayakan sebagai Konsultan Pendamping. Sedangkan mitra utama penyusunan naskah akademik itu jatuh ke tangan Bonthain Institute yang digawangi Rahman Ramlan (Rara) sebagai Direktur.
Penting pula dipahami jika Ranperda yang akan melahirkan Perda KLA itu sedianya akan diinisiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bantaeng. Betapa tidak, P3A Bantaeng telah menginisiasi peraturan ini sejak sekitar 5 tahun silam, namun belum menuai hasil karena keterbatasan anggaran.