Makassar, Suara Jelata – Empat ketua Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) bantah pernyataan Wakil Rektor (WR) I Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar Dr Yoel Pasae yang mengatakan bahwa Peraturan Rektor tentang Organisasi Kemahasiswaan (PR Ormawa) telah mendapat kesepakatan dari keterwakilan mahasiswa. Jum’at, (30/1).
Yoel Pasae mempersoalkan aksi-aksi mahasiswa yang menuntut penghapusan PR Ormawa.
Dalam pernyataannya, WR 1 menyebutkan bahwa aturan tersebut telah diberlakukan sejak tahun 2015, dan telah mendapat kesepakatan dari 4 ketua BEM pada Rapat Kerja (Raker) Universitas.
“Kami sudah berkali-kali dialog dengan mahasiswa, bahkan sepanjang tahun kita lakukan dialog tentang aturan Ormawa itu, tetapi mahasiswa tetap ngotot menginginkan agar tidak perlu mempersyaratkan IPK. Bahkan dari tahun 2015 sudah disepakati bersama, di mana untuk menjadi pengurus kelembagaan standar IPK-nya 3,0. Hal itu kan sudah berjalan. Tidak hanya itu sejak Rapat Kerja, bahkan Raker Mei 2019 lalu juga kita sudah bahas bersama bidang kemahasiswaan mulai dari tingkat Program Studi, Fakultas. Itu pun kami sempat bersama mahasiswa membahasnya, di pra-raker malahan, di mana ada 4 Ketua BEM saat itu hadir saat Rapat kerja dan itu telah disepakati bersama,” jelas Yoel Pasae seperti yang di lansir media Kumparan.
Menanggapi tudingan tersebut, 4 ketua BEM periode 2018 – 2019 mengecam keras pernyataan yang dilontarkan oleh Yoel Pasae itu.
Di antaranya ketua BEM Fakultas Ekonomi (FE) Gibrail Lebang Langsa, BEM Fakultas Teknik (FT) Dedy Resky Pamean, BEM Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Dicky Saputra, BEM Fakultas Hukum (FH) Claire Fetronella Rante Allo.
Dari pengakuan ke-empat ketua lembaga tersebut membenarkan telah menghadiri Raker Universitas yang diselenggarakan di Hotel Misliana, Rantepao, pada 31 Mei 2019. Akan tetapi, dari 4 ketua lembaga tersebut membantah adanya kesepakatan terkait aturan PR Ormawa yang dianggap mengekang kehidupan berlembaga.
Ketua FT Dedy mengatakan bahwa Raker yang diadakan oleh pihak kampus tidak berjalan sesuai keinginan mahasiswa, sehingga BEM sempat melakukan aksi walk out.
“Hak bicara mahasiswa sangat dibatasi dalam forum, sehingga pada saat kami mulai merasa kehadiran kami tidak dihargai, kami memutuskan untuk keluar dari forum,” terang Dedy.
Lebih jauh, Dedy menegaskan, dalam forum Raker tidak terdapat pembahasan mengenai PR Ormawa. Dia juga membantah pernyataan WR I bahwa dalam rapat itu hanya membahas masalah administratif kelembagaan.
“Tidak ada itu pembahasan soal IPK dan semester dalam pleno Raker, yang ada hanya pembahasan hasil-hasil SOP (standar operasional prosedural) yang telah dibuat oleh masing-masing komisi, contohnya; tentang pencairan anggaran dan peminjaman fasilitas, jadi Raker yang dilaksanakan di Toraja kemarin tidak pernah menghasilkan kesepakatan seperti yang dibahasakan oleh WR I,” pungkasnya.
Demisioner Ketua FE Gibran juga tidak membenarkan adanya kesepakatan ketua BEM pada saat Raker Universitas itu. Menurutnya, pernyataan yang dilontarkan oleh WR I di media, mencoba meredam masalah kasus kekerasan akademik 28 mahasiswa di UKI Paulus yang di DO secara sepihak.
Gibrail menilai, kampus mencoba menciptakan konflik horizontal dengan membenturkan mahasiswa dengan lembaga.
“Kampus coba mencari kambing hitam untuk melemahkan persatuan mahasiswa agar menutupi masalah DO yang ada di kampus,” ujar Gibrail.
Demisioner ketua BEM FH Claire Fetronella Rante Allo juga tidak menerima pernyataan WR 1 tersebut. Dia menolak keras soal aturan yang membatasi ruang gerak Ormawa, dan menuntut kampus agar dapat menerapkan prinsip demokrasi di dalam kampus UKI Paulus.
“Seolah-olah kemerdekaan dan kebebasan berlembaga terlalu diakomodir oleh birokrasi, harusnya sebagai institusi pendidikan kampus lebih mengedepankan komunikasi dan dialog daripada mencari kambing hitam untuk sebuah aturan yang tidak pernah disepakati bersama”, jelasnya.
Sementara, “Di tahun 2015 BEM Universitas juga menentang aturan itu. Intinya tidak ada kesepakatan antara Ormawa dengan pimpinan kampus mengenai aturan itu, kalaupun ada, maka saya secara pribadi menantang WR 1 untuk menunjukkan bukti dalam bentuk apapun,” kunci demisioner Presma Mozes Pangadongan.