Sentra kerajinan batik tumbuh pesat, dari cuma 2 menjadi 50an. Seribuan perajin batik Kulonprogo yang biasanya bekerja di Yogyakarta, kini bisa bekerja di Kulonprogo.
Uang ratusan miliar rupiah dari usaha kecil inipun berputar di Kulonprogo.
Puryanto, seorang pengusaha batik di desa Ngentarejo, mengaku omzetnya meningkat bahkan pernah hingga mencapai 500 persen.


Hasto, yang menjabat Bupati sejak 2011, juga berusaha menjamin pendapatan petani lokal, dengan mewajibkan setiap PNS membeli beras produksi petani Kulonprogo, 10 kg/bulan.
Bahkan beras raskin yang dikelola Bulog setempat, kini menggunakan beras produksi petani Kulonprogo.
Sang Bupati yang juga dokter spesialis kandungan ini juga membuat PDAM mengembangkan usaha, dengan memprodusi Air kemasan merk AirKu (air Kulonprogo).
Selain menyumbangkan PAD, keberadaan air kemasan ini membangkitkan kebanggaan warga setempat dengan mengkonsumsi air produk sendiri.
AirKu kini menguasai seperempat ceruk pasar air kemasan di Kulonprogo.
Anto, staf setempat, menuturkan, kini jumlah permintaan lebih besar dari produksi. Karena itu, volume produksi AirKu akan segera ditingkatkan.
Berbagai kebijakan lewat Program Bela dan Beli, ternyata mampu menurunkan angka kemiskinan di Kulonprogo.
Dari 22,54 % pada tahun 2013 menjadi 16,74 % pada tahun 2014 (data Bappeda).
Oh ya, jika Anda ke Kulonprogo, Anda tak akan menemukan papan iklan rokok. Pemerintah Kulonprogo memang menolak sponsor dari perusahaan rokok.
Kebijakan ini tentu mengurangi pendapatan daerah. Namun, memimpin daerah bukan cuma soal menggenjot pendapatan tapi menempatkan posisi moral yang memihak rakyat.
Dalam hal ini, membela hak kesehatan rakyat. Bupati yang lulusan UGM ini juga memberlakukan Universal Coverage dalam pelayanan kesehatan, di mana Pemkab Kulonprogo menanggung biaya kesehatan warganya Rp 5 juta /orang.
Untuk mengimbangi program Universal Coverage, RSUD Wates Kulonprogo memberlakukan layanan tanpa kelas.
Artinya, ketika kelas 3 penuh, pasien miskin bisa dirawat di kelas 2, kelas 1, bahkan VIP.
Sekali lagi, berbagai kebijakan populis ini dijalankan tanpa banyak sorotan media.
Dan satu lagi, di Kulonprogo minimarket seperti Alfamart dan Indomart yang biasanya berdampingan bagai pasangan yang tak terpisahkan itu (yah pahamlah. Di mana ada alfa, di situ ada indo).
Dua brand minimarket terkenal ini tidak diijinkan untuk membuka usahanya, kecuali mau bermitra dengan Koperasi dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Salah satunya kewajiban menampung produk UKM di dalam gerai tersebut dan mempekerjakan karyawan dari anggota koperasi.
Alfa dan Indo yang bekerja sama dengan koperasi, namanya bukan Alfa dan Indo lagi, tetapi diganti menjadi TOMIRA (Toko Milik Rakyat).